Polres Blitar Kota Gagalkan Tarung Sarung di Srengat
Polsek Srengat Polres Blitar Kota menggagalkan tarung sarung di jalan persawahan Kelurahan Srengat, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jumat (31/3/2023), dini hari. Tar ...
TIMESINDONESIA, BLITAR – Polsek Srengat Polres Blitar Kota menggagalkan tarung sarung di jalan persawahan Kelurahan Srengat, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jumat (31/3/2023), dini hari. Tarung sarung atau tawuran yang berlangsung saat waktu sahur itu diketahui polisi saat patroli.
Kapolsek Srengat Kompol Wahono mengatakan, Anggota Polsek Srengat sedang melaksanakan patroli pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat saat waktu sahur. Polisi curigai dengan adanya sekelompok pemuda bergerombol di pinggir jalan.
"Setelah kami periksa, kami menemukan sarung yang digulung dan di salah satu ujungnya ada yang diisi laker. Kami duga akan digunakan untuk tarung sarung," katanya.
Polsek Srengat mengamankan 26 remaja dalam kejadian tersebut. Polisi juga menyita barang bukti sejumlah sarung yang digulung dengan menyelipkan besi di bagian depan. Para remaja itu dibawa ke Polsek Srengat untuk dibina dan diperiksa lebih lanjut.
"Kami juga akan memanggil orang tua para remaja ini untuk mengawasi anak-anakya. Juga untuk membuat surat pernyataan tidak mengulangi lagi perbuatannya," tambahnya.
Sejarah Perang Sarung di Bulan Ramadan
Fenomena perang sarung sering muncul saat datangnya bulan Ramadhan. Biasannya perang sarung dilakukan setelah sholat tawawih hingga saat sahur. Saat ini perang sarung justru identik dengan tawuran, bahkan menimbulkan korban jiwa.
Lantas, bagaimana sejarah perang sarung?. Dikutif dari berbagai sumber, perang sarung sudah ada sejak tahun 1980-an. Awalnya perang sarung hanya candaan. Sebab sarung yang digunakan sama sekali tidak dipadukan dengan benda-benda yang membahayakan.
Dulu, perang sarung namanya ucing babuk (kucing pukul), memang sama sarung diiket ujungnya untuk memukul lawan. Zaman dulu perang menggunakan sarung murni memang hanya sebatas candaan anak-anak ketika menunggu sholat tarawih.
Namun, keadaannya berbeda dengan sekarang, dimana perang sarung yang mayoritas dilakukan anak-anak dan remaja itu dilakukan antar kelompok hingga antar kampung hingga saling melukai hingga timbul korban.
Hal ini karena bergesernya fenomena perang sarung yang kini mengarah ke kriminal lantaran pengaruh media sosial. Dimana keberadaan media sosial ini membuat para remaja dengan mudahnya berkomunikasi hingga terjadi aksi saling menantang.
Perang sarung saat ini dilarang di wilayah kota maupun kabupaten Blitar selama bulan Ramadan. Tradisi ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain.(*)
Apa Reaksi Anda?