Skema Alokasi Subsidi Jadi Kunci Ketersediaan Pupuk Petani

Dinamika kebijakan pupuk, kapasitas produksi dan stok di tingkat distributor, gudang atau kios pengecer bersubsidi,

Januari 12, 2024 - 17:00
Skema Alokasi Subsidi Jadi Kunci Ketersediaan Pupuk Petani

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dinamika kebijakan pupuk, kapasitas produksi dan stok di tingkat distributor, gudang atau kios pengecer bersubsidi, dan alternatif skema subsidi serta perlunya aplikasi pupuk berimbang bagi petani merupakan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam Focused Group Discussion (FGD) “Ketersediaan Pupuk dan Produktivitas Pertanian” yang dilaksanakan lembaga riset kebijakan publik Nagara Institute, di Surabaya (8/1/2024) lalu. 

“Tujuan FGD ini adalah menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan pupuk dan menyusun formulasi kebijakan untuk perbaikannya,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal dalam keterangan persnya kepada TIMES Indonesia pada Jumat (12/1/2024).

Akbar melanjutkan, isu pupuk menjadi sangat krusial karena beberapa alasan yaitu selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan, restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.

FGD yang dihadiri pejabat pemerintah, pelaku pertanian dan industri penunjang pertanian, akademisi, serta komunitas yang relevan dengan isu pangan dan pertanian seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Sarmuji, dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil hadir sebagai perwakilan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah.

Selain itu, mewakili kalangan pelaku usaha, akademisi, dan pengamat hadir Ketua DPD HKTI Provinsi Jawa Timur Ony Anwar, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Profesor Mangku Purnomo, dan pengamatan pertanian Khudori.

Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat calon presiden Pemilu 2024 perdana pada 12 Desember 2023 lalu. Oleh karena itu, imbuh Akbar, pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang harus memberi solusi atas permasalahan distribusi pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan dan menjamin pencapaian Indonesia Emas 2045.

Produktivitas-Pertanian.jpg

Dalam diskusi ini mengemuka beberapa poin utama yang dapat menjadi masukan untuk upaya perbaikan, yaitu:

1. Perlunya peninjauan kembali skema alokasi subsidi pupuk yang sesuai dengan tujuan kebijakan;

2. Perlunya perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK);

3. Perlunya perbaikan dan/atau eksplorasi pengembangan skema subsidi melalui alternatif kebijakan;

4. Peningkatan efisiensi, kapabilitas dan skala ekonomi dari partisipan rantai tata niaga pupuk;

5. Perbaikan ketentuan teknis alokasi produksi pupuk untuk menurunkan biaya distribusi dan penyimpanan; dan

6. Akomodasi pemanfaatan pupuk organik/majemuk dan pertanian berkelanjutan.

Selain itu, aspirasi bahwa kebijakan pupuk seharusnya tidak terpisah dari strategi besar penguatan pertanian dan kedaulatan pangan juga turut didiskusikan.

“Diperlukan komitmen lebih dari pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan kedaulatan pangan melalui penguatan fundamental sektor dari sisi kesejahteraan pelaku usaha tani dan keadilan alokasi sumber daya publik. Karena itu, kebijakan subsidi pupuk juga harus diikuti oleh penguatan input pertanian pangan lainnya. Juga diperlukan penguatan dalam produksi obat-obatan, alat, mesin pertanian, dan menjamin ketersediaan benih unggul dan lahan yang produktif,” jelas Akbar.

Alokasi subsidi pupuk 2024 yang meningkat sebesar Rp 14 triliun merupakan momentum yang dapat dimanfaatkan berbagai pemangku kepentingan industri untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Akbar juga menekankan bahwa sinkronisasi kebijakan pupuk pro-petani kecil yang tidak memberatkan keuangan negara maupun daerah merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Oleh karena itu perlunya, partisipasi aktif semua pemangku terlibat dalam meningkatkan ketahanan pangan.

Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi masukan yang solutif dan implementatif bagi pemerintahan baru yang akan terpilih pada 2024 untuk meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menjadi asas pangan nasional sesuai amanat UU Pangan No. 18 tahun 2012. (*) 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow