Rais 'Aam PBNU: Ramadan Adalah Bulan Kemanusiaan
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa Ramadan merupakan bulan kemanusiaan yaitu bulan mengenal diri kita, dan jati diri k ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa Ramadan merupakan bulan kemanusiaan yaitu bulan mengenal diri kita, dan jati diri kita.
"Selamat datang kemanusiaan. Ramadan adalah bulan kemanusiaan, Ramadan adalah bulan kita mengenal siapa diri kita, Ramadan adalah jati diri kita. Maka Ramadan adalah bulan termulia dari sekian bulan yang pernah ada. Sama dengan manusia adalah makhluk yang mulia dari sekian makhluk," ujarnya pada Ngaji Syarah Al-Hikam Pertemuan ke-29 di Aula Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya, Jawa Timur, (24/3/2023).
Kiai Miftach mengatakan bahwa sangat beruntung sekali manusia yang masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan Bulan Ramadan. Itu artinya seorang Muslim masih diberi kesempatan untuk menyapa dirinya, bertemu dengan jati dirinya, bertemu dengan kemanusiaannya, dan mengenal siapa dirinya sebenarnya.
Lebih lanjut Kiai Miftach menjelaskan bahwa ada sebuah syair yang menyatakan ya khadimal jismi kam tsaqal khidmati wa anta bil ruhi bil jismi insanu.
"Ya khadimal jismi, hai pelayan jasad selama ini. 11 bulan ini kita melayani jasad, di mana perut bisa terus terisi. Ini kita seperti melayani jasad saja selama ini, ya khodimal jismi, hai pelayan jasad. Belum yang lain-lain syahwat-syahwat yang lain," jelas mantan Rais PWNU Jawa Timur itu.
"Kamu melayani jasad itu sudah dapat kerugian berapa? Pernah hitung, pernah mengkalkulasi tidak? Tidak pernah kita kalkulasi kerugian kita. Kita rugi di luar ramadan itu rugi karena pelayanan kita fokus pada pelayanan jasad. Kam tsaqal khidmat, berapa kerugian yang kau dapatkan di dalam kalian melayani jasad," imbuhnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut mengatakan bahwa manusia disebut sebagai manusia karena jiwa, karena ruh, bukan karena jasad, bukan karena fisik. Ia mengingatkan bahwa kesempatan berjumpa dengan bulan Ramadan, di mana pahala dilipatgandakan, jangan sampai disia-siakan.
"Seperti ini hadits, walaupun hadits ini ada yang mengatakan shahih, ada yang mengatakan dhoif. Tetapi Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam kitab shahihnya, hadits yang menyatakan bahwa begitu Ramadan sudah dekat Rasulullah dawuh, inni hadza syahru ramadana qad hadarakum iftaraduhu 'alaikum shiyam, dan seterusnya," kata Ketua Umum MUI Pusat itu.
Kiai Miftach menjelaskan tentang hadits tersebut bahwa Allah mewajibkan puasa, lalu mensunnahkan shalat tarawih, dan ibadah fardunya dilipatgandakan menjadi 70. Ibadah sunnahnya ditulis pahala wajib, sampai di situ disebutkan Ramadan itu rizqul mukmin, rizkinya orang mukmin.
"Masya Allah, wis pokoke pahala tok (sudah pokoknya pahala semua). Makanya disebut bulan obral pahala. Ini untung penjenangan semua. Bagaimana tidak? Muncul kemanusiaan kita, muncul siapa kita," ungkap Kiai Miftach. (*)
Apa Reaksi Anda?