Ramadan; Momentum Kebangkitan Ekonomi Rakyat Kecil
Bulan Ramadan memang identik dengan ibadah puasa. Tapi, di dalam bulan Ramadan juga ada dampak besar di bidang perekonomian. Terutama sektor ekonomi kerakyatan melalui ke ...
TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Bulan Ramadan memang identik dengan ibadah puasa. Tapi, di dalam bulan Ramadan juga ada dampak besar di bidang perekonomian. Terutama sektor ekonomi kerakyatan melalui kegiatan bazar.
Bukan hanya sekadar pemanis saja anggapan bahwa bulan Ramadan juga mampu mendongkrak ekonomi rakyat. Kita lihat bagaimana perputaran uang selama bulan suci tersebut.
Mungkin, sulit akan didapat data pasti bagaimana perputaran uang secara nasional. Tapi kita bisa melihatnya lebih jelas, jika kita amati dalam skala kecil. Tentu lebih mudah. Lebih riil pula.
Kita ambil sampel adanya kegiatan bazar yang menjamur di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Atau kita mengerucut lebih kecil lagi di tingkat kecamatan.
Jika ingin skup lebih kecil lagi, bisa kita tengok ke kegiatan bazar lingkup desa/kelurahan. Masih kurang kecil? Ok lah, kita langsung ke dasar saja di lingkup lingkungan sekelas RW.
Kita ambil contoh kegiatan bazar di lingkungan RW 01 Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Memang sih, bazar tersebut hanya lingkup RW. Tentu tidak sebesar jika kita melihat bazar yang digelar pemerintah daerah. Seperti bazar yang diadakan Pemkab Probolinggo di kawasan Alun-alun Kota Kraksaan.
Di sana, penjualnya mencapai ratusan setiap tahunnya. Jangan ditanya untuk jumlah pembelinya. Tentu bisa berlipat-lipat dari jumlah pedagangnya.
Kita kembali lagi ke kegiatan bazar di RW 01 Kelurahan Sidomukti. Jangan dibandingkan jumlah penjualnya dengan bazar Pemkab Probolinggo. Hanya 7 orang pedagang!
Apakah laku dagangan ketujuh penjual tersebut? Nah, inilah yang disebut bahwa Ramadan tidak hanya melulu soal puasa, tarawih, atau tadarus saja. Juga ada perputaran ekonomi signifikan di dalamnya.
Kita ambil contoh salah satu penjual bernama Nova. Sejak bazar tersebut dibuka pada 23 Maret 2023, ia menjual minuman es dan kue.
Di hari pertama, es yang ia jual cukup laris. Meski pembelinya hanya warga setempat. Nova meraup hasil penjual es miliknya Rp 65 ribu. Dimana harga satu bungkusnya seharga Rp 5 ribu.
Pun demikian dengan kue lumpia produknya. Dalam sehari, ia meraup Rp 115 ribu dengan harga Rp 2500 per kue. “Itu pendapatan kotor,” katanya.
Nah, itu perputaran uang dari satu orang penjual saja. Belum lagi pendapatan kotor yang didapat oleh 6 penjual lainnya. Jika kita ambil rata-rata perputaran uang per penjual Rp 100 ribu, maka sehari saja sudah ada Rp 700 ribu. Itu hanya di bazar kecil lingkup lingkungan RW. “Terpenting kita memfasilitasi warga agar punya pendapatan,” kata penanggung jawab bazar, Agus Siswanto.
Bayangkan saja jika setiap lingkungan menggelar kegiatan serupa. Betapa hebatnya negeri ini. Betapa mandirinya rakyat Indonesia. Betapa kuatnya perputaran ekonomi negeri ini. Dan, berapa berkahnya bulan Ramadan.
Tak salah jika pemerintah lebih mendorong perkembangan dunia UMKM, industri kecil dan kegiatan perindustrian dan perdagangan lain dalam skala kecil.
Sebab jika dunia perdagangan kecil semuanya berkembang pesat, maka kesejahteraan ekonomi nasional akan terwujud.
Pertanyaannya, apakah perputaran uang seperti kegiatan bazar di atas hanya terjadi di bulan Ramadan saja? Jawabannya, hal itu tergantung bagaimana kebijakan pemerintah di setiap jenjang. Baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa. Bahkan, di lingkup lingkungan RT-RW sekalipun! (*)
Apa Reaksi Anda?