Muda Tangguh Bencana, Mesak Paidjala Diganjar Penghargaan Ketangguhan Kota
Aktif menjadi mentor dan konsultan ketangguhan bencana, Mesak Paidjala mendapat anugerah kategori "Ketangguhan Kota" dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi baru-baru ini. .. ...
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Aktif menjadi mentor dan konsultan ketangguhan bencana, Mesak Paidjala mendapat anugerah kategori "Ketangguhan Kota" dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi baru-baru ini.
Penghargaan itu merupakan ganjaran atas upayanya sebagai akademisi dalam memberikan masukan dan arahan program kegiatan kepada pemerintah kota setempat dari tahun ke tahun tanpa henti.
Pria jebolan Universitas Dr Soetomo (Unitomo) tersebut juga dinilai aktif terlibat mengedukasi masyarakat sekaligus melakukan pendampingan dalam penyusunan dokumen-dokumen perencanaan di Kota Surabaya.
"Penghargaan itu diberikan oleh wali kota atas dasar itu, karena berkontribusi kepada Pemerintah Kota Surabaya dalam hal konteks perencanaan," ungkap Mesak, Sabtu (24/6/2023).
Mesak terjun sebagai aktivis kebencanaan
sejak tahun 2011-2012. Saat itu belum terbentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Karena masih tergabung dengan Linmas. Pada tahun 2021, pemerintah mulai membentuk BPBD yang fokus pada bidang penanganan kebencanaan.
"Sejak itulah kontribusinya semakin besar untuk memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Surabaya," sambung pria kelahiran Aru ini.
Kepedulian Mesak bukan tanpa alasan. Berdasarkan penelitian para ilmuwan pakar bencana, Surabaya memiliki potensi bencana cukup besar.
Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia dengan pemekaran pesat jumlah penduduk. Ancaman banjir, cuaca ekstrem memicu angin puting beliung dan pohon tumbang kerap terjadi hingga ancaman gempa karena dua lintasan dua sesar.
Maka dari itu, Mesak terus menerus menyampaikan edukasi kepada masyarakat. Mulai dari komunitas terkecil. Antara lain sekolah, lingkungan RT/RW dan kelurahan. Terutama di area potensi bencana.
Mesak tidak sendirian. Ia terjun bersama BPBD Surabaya dan mahasiswa dalam pelaksanaan KKN tematik bencana di kelurahan-kelurahan tersebut.
Kemudian merumuskan agenda pengabdian masyarakat terkait dengan konteks kebencanaan.
"Jadi itu bagian dari memberikan penyadaran kepada masyarakat secara umum," tandasnya.
Akademisi sendiri memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana sebagai bagian dari elemen hexahelix. Seperti yang pernah diutarakan oleh pakar bencana Prof Syamsul Ma'arif.
"Prof Syamsul menyampaikan bahwa ada hexahelix. Nah, hexahelix itu dalam konteks terbaru dinamakan pentahelix," ujarnya.
Pentahelix tersebut meliputi peran pemerintah sebagai leading sektor, swasta sebagai private sektor, media massa, akademisi, dan masyarakat.
Akademisi mempunyai peran untuk memberikan edukasi dan mengawal regulasi di tingkat pemerintahan.
Mereka juga memberikan edukasi kepada masyarakat yang ada di lokasi bencana. Bukan hanya di Surabaya tapi juga di wilayah lain.
Mesak juga mengapresiasi langkah Pemkot Surabaya dalam membangun komunikasi penanganan bencana.
Ia menilai komunikasi pentahelix antara BPBD, Bappeko dan semua stakeholder di kota metropolitan ini sudah berjalan dengan baik. Demikian pula keterlibatan masyarakat dan akademisi.
"Kebanyakan kampus sudah menjadikan isu kebencanaan menjadi isu strategis. Terus kemudian ditangkap oleh Pemerintah Kota Surabaya lewat Bappeko yang sudah menjadikan unsur kebencanaan itu menjadi unsur prioritas," ujarnya.
Karena salah satu penilaian Indeks Kinerja Utama (IKU) Kemendagri adalah indeks ketahanan daerah. Jika indeks rendah, maka pemerintah daerah secara otomatis akan mendapatkan teguran dari pusat.
Indeks ketahanan daerah sendiri terdiri dari 7 prioritas, 71 Indikator dan 284 pertanyaan. Keseluruhan pertanyaan bagi pemerintah provinsi, pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten tersebut terkait dengan kesiapan meraka dalam menghadapi bencana.
Pemerintah daerah harus memiliki dokumen
kajian resiko bencana, rencana penanggulangan bencana dan Forum PRB. Jika tidak memiliki kelengkapan itu, maka indeks ketahanan daerah akan turun mempengaruhi penilaian.
"Indeks ketahanan daerah ini berbanding lurus dengan indeks resiko bencana. Jadi kalau semakin tinggi indeks ketahanan daerah maka indeks resiko bencana itu semakin turun," katanya.
Indeks tersebut juga mengacu pada Permendagri No. 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan ini mewajibkan Standard Pelayanan Minimal di semua kabupaten di Indonesia.
"Wawasan bencana itu menjadi urusan yang sangat penting, urusan yang sangat urgent," ungkap Mesak.
Mesak bertugas mengawal dan mendampingi pemerintah kota dalam merumuskan program agar Indeks Ketahanan Daerah (IKD) semakin tinggi sehingga indeks bencana semakin menurun. Tentu dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
"Nah ini yang kami dorong terus kami dampingi terus biar nanti Surabaya itu bisa lebih baik lagi ke depan," ujar Mesak yang juga terlibat dalam penyusunan IKD Pemkot Surabaya selama tiga tahun terakhir.
Ia menilai, IKD Kota Surabaya memang mengalami peningkatan meskipun belum signifikan. Namun, ia optimistis pada tahun ini akan naik drastis.
"Tahun ini kami meyakini bahwa ini akan naik drastis karena sudah banyak yang dilakukan oleh BPBD Kota Surabaya dan juga Pemerintah Kota Surabaya secara umum," jelasnya.
Salah satu yang sudah dilakukan Pemkot adalah membentuk Forum PRB (Pengurangan Risiko Bencana) sebagai salah satu indikator penilaian. Forum PRB Kota Surabaya langsung di bawah komando sekretaris daerah sebagai jabatan ex officio.
Atas capaian-capaian IKD tersebut, Mesak tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi beserta jajaran.
"Menurut saya sangat luar biasa konsentrasi dalam penanggulangan bencana karena menurut saya salah satu indikator penanggulangan itu bisa baik adalah kepala daerah, komitmen leader," pujinya.
Komitmen kepala daerah dalam penanggulangan bencana terlihat dari beberapa faktor. Yaitu pra bencana secara tanggap darurat maupun pasca bencana. Bersama-sama elemen pentahelix, Kota Surabaya semakin tangguh.
Sementara atas penghargaan yang diterimanya, Mesak Paidjala mengungkapkan bahwa anugerah itu bukan sekadar kebanggaan semata. Tetapi juga menjadi pelecut dan penyemangat agar bisa melakukan lebih banyak hal ke depan. Bukan saja secara personal tetapi secara kelembagaan yang menaunginya di bawah bendera Kampus Unitomo. Demikian pula keterlibatan seluruh sektor.
"Secara khusus saya persembahkan, penghargaan ini kepada Prof Syamsul Ma’rif yang selama ini sudah menjadi mentor, sudah menjadi orang tua, sudah menjadi guru. Juga kepada Dr. Hendro Wardono kepada ibu rektor yang selama ini sudah mewadahi kami yang di Unitomo, yang sudah memberikan ruang seluasnya untuk penanggulangan bencana itu bisa kita elaborasi dengan siapapun," ujarnya.
Unitomo sendiri merupakan kawah candradimuka para pasukan tanggap bencana. Banyak akademisi pakar kebencanaan lahir dari sini atas arahan Prof Syamsul Ma'arif pada 2013 silam.
Unitomo saat itu juga meluncurkan KKN tematik bencana serta mata kuliah wajib manajemen bencana dan lingkungan.
Unitomo bahkan membentuk pusat studi bencana dan lingkungan. Atas dasar itulah, Unitomo menjadi rujukan pembelajaran penanggulangan bencana secara nyata bagi seluruh kampus di Indonesia khususnya di Jatim dan Surabaya.
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) mengakui bahwa Unitomo selalu terdepan dalam pendampingan maupun penelitian penanggulangan bencana.
Dari kawah candradimuka kampus biru, Mesak Paidjala lahir sebagai akademisi berpengalaman dalam penanganan penanggulangan bencana. Ia juga berhasil meraih penghargaan Ketangguhan Kota dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (*)
Apa Reaksi Anda?