Mahasiswa Jawa Barat: Drama Mahkamah Konstitusi Adalah Pengkhianatan Demokrasi

Ikatan Mahasiswa Revolusioner Jawa Barat Menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Massa menyoroti kinerja Presiden Jokowi soal pengakan hukum. Selasa (21/11/2023).

November 21, 2023 - 22:00
Mahasiswa Jawa Barat: Drama Mahkamah Konstitusi Adalah Pengkhianatan Demokrasi

TIMESINDONESIA, JAWA BARAT – Ikatan Mahasiswa Revolusioner Jawa Barat Menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Massa menyoroti kinerja Presiden Jokowi soal pengakan hukum. Selasa (21/11/2023).

Sejumlah mahasiswa bergantian berorasi dan menyampaikan tuntutan nya. Salah satunya juga yang yang dikritisi kebijakan Presiden Joko Widodo di bidang persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden. 

“Saat ini publik kita mengasumsikan bahwa penegakan hukum yang tidak adil mengakibatkan kita berada pada decline democracy atau demokrasi yang mengalami kemunduran,”ungkap Mulyadi selaku korlap aksi.

Kemunduran demokrasi, lanjut  Mulyadi disebabkan karena melemahnya institusi politik yang menopang sistem demokrasi di suatu negara, seperti pemilu yang tidak kompetitif, pembatasan partisipasi, lemahnya akuntabilitas pejabat publik, penegakan hukum yang tidak adil, dan lain sebagainya.

"Negara kehilangan kualitas demokrasinya dan menuju pada ciri rezim otoriter sehingga negara kehilangan kualitas demokrasinya dan menuju pada ciri rezim otoriter,"tegas Mulyadi.

Akhir-akhir ini, kata Mulyadi banyak sekali fenoma yang terjadi di sebuah negara kita indonesia yang menunjukan secara terang-terangan bahwa bangsa dan negara ini mengalami kemunduran demokrasi. 

Salah satunya di duga adanya intervensi istana dalam keputus MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. 

Mulyadi menambahkan pada 16 Oktober 2023 silam yang saat itu Mahkamah Konstitusi di ketua oleh Anwar Ushman yang merupakan keponakan Presiden Jokowi dianggap adanya konflik kepentingan karena sang keponakan Anwar Ushman yaitu Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat sebagai wali kota solo berhasil lolos menjadi cawapres Prabowo Subianto berkat keputusan tersebut. 

Selanjutnya, Mulyadi menjelaskan meskipun telah di bentuknya MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) dan membuahkan hasil bahwa anwar ushman di copot dari jabatannya sebagai ketua MK karena terbukti melanggar kode etik berat, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi atas putusan MK sebelumnya karena MKMK tidak punya kewenangan dalam hal tersebut.

"Mungkin tidak apa-apa paman di cobot dari jabatan asalkan sang keponakan lolos dalam kompetisi Pencawapresan. Kira-kira begitu fenoma yang terjadi saat ini,"teriak Mulyadi dalam orasinya.

Secara telanjang, kata Mulyadi kita di pertontonkan kebobrokan demokrasi di negara ini dan di bodohi seraca hina atas beberapa fenoma yang ada. Padahal pengubahan aturan batas usia capres-cawapres itu tidak ada kewenangan MK tetapi DPR RI lah yang seharusnya berwenang dalam hal tersebut.

Karena hal tersebut, Lanjut  Mulyadi di anggap adanya kegiatan kolusi dan nepotisme di dalam pemerintahan seolah-olah demokrasi ini memberikan cinta terhadap pihak atau keluarga tertentu. Padahal demokrasi ini membutuhkan kecintaan terhadap rakyat karena sejatinya rakyatlah yang akan merasakan efek dari pada hasil-hasil kebijakan pemerintah.

"Akibat hal tersebut maka turunlah kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan bahkan ada yang tidak mepercayai sepenuhnya terhadap institusi pemerintah dalam penegakan hukum dan keadilan,"urainya.

Dalam lasi tersebut ikatan mahasiswa Revolusioner Mahasiswa Jawa Barat Mendesak dan Menuntut agar DPRD Provinsi Jawa Barat melakukan evaluasi terhadap Presiden beserta jajaran yang ada di istana karena di anggap telah menyalah gunakan jabatan untuk kepentingan pihak tertentu bahkan keluarga.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow