Indonesia Butuh Strategi Tepat untuk Tekan Produksi Sampah Makanan
Strategi dan kolaborasi yang tepat dan kokoh dari pembuat kebijakan adalah penting untuk menghadapi dan mencari solusi terkait masalah tingginya produksi sampah makanan d ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Strategi dan kolaborasi yang tepat dan kokoh dari pembuat kebijakan adalah penting untuk menghadapi dan mencari solusi terkait masalah tingginya produksi sampah makanan di Indonesia.
"Kita saat ini berada di paradoks terkait makanan. Di satu sisi, kita berusaha memastikan ketahanan pangan seiring dengan menghadapi kemarau yang panjang. Di sisi lain, kita menjadi salah satu produsen sampah makanan di dunia," ujar Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam pidatonya di diskusi online yang bertema Manajemen Sampah Makanan Indonesia, yang diadakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/8/2023).
Diskusi tersebut dipandu oleh Drs. Muchtar Luthfi A. Mutty, M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) dan menghadirkan Dr. Drs. Nyoto Suwignyo, M.M. (Wakil II Bidang Kekurangan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional), Vinda Damayanti (Direktur Pengurangan Sampah Ditjen Manajemen Sampah, Limbah dan Material Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI/PSLB3 KLHK) dan Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor) sebagai pembicara.
Per Mei 2023, Indonesia berada di posisi ketiga sebagai negara yang menghasilkan sampah makanan terbanyak setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat.
"Sampah makanan menumpuk karena bahan makanan mentah yang belum diolah kemudian dibuang ketika proses pemilahan," ungkap Rerie, sapaan akrab Lestari. Dia berharap pengelolaan pangan, terutama pengelolaan komoditas lokal, bisa menjadi perhatian bersama dan efektivitasnya bisa terus ditingkatkan agar produksi sampah makanan nasional bisa ditekan seminimal mungkin.
Nyoto Suwignyo, Wakil II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi, Badan Pangan Nasional, menunjukkan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa langkah untuk mencegah food loss dan food waste.
Nyoto mencatat, food waste membutuhkan perhatian khusus dalam Gerakan Selamatkan Pangan dan bisa dicegah dengan enam tingkat, yaitu: mendonasikan makanan berlebih, memanfaatkannya untuk pakan hewan, memanfaatkannya untuk industri, menjadikannya kompos, dan kemudian membuangnya ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Namun, Vinda Damayanti, Direktur Pengurangan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK RI, mengungkapkan bahwa pihaknya berfokus pada sampah yang dihasilkan dari konsumsi pangan. Dia menyatakan bahwa sampah pangan bisa dimanfaatkan melalui komposting, pembuatan ecoenzyme dan biogas dalam proses pengurangan sampah makanan.
Namun, saran dari Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa, adalah bahwa upaya pengurangan sampah makanan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah tidak menunjukkan terobosan baru. Dia percaya bahwa sampah pangan di Indonesia sangat berbeda dari negara-negara maju dan mengharapkan adanya terobosan baru dalam penanganannya.
Yessy Melania, Anggota Komisi IV DPR RI, menyarankan restrukturisasi dalam pengelolaan sampah dan perbaikan kebijakan industri pangan dari hulu ke hilir.
Khudori, aktivis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), menyarankan penguatan regulasi yang ada saat ini dalam pengelolaan sampah makanan dan penerapan ekonomi sirkular, dengan konsep memanfaatkan sumber daya selama mungkin dan memproduksi dengan sedikit sampah.
Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat bahwa ada perlunya pemangku kebijakan memperhatikan pendapat Prof. Dwi Andreas, yaitu bahwa sampah makanan di Indonesia sebagian besar berasal dari proses produksi, penanganan dan distribusi sektor pertanian. Dia juga mengungkapkan bahwa filosofi "berhenti makan sebelum kenyang" seharusnya menjadi pandangan hidup untuk mengurangi sampah makanan. (*)
Apa Reaksi Anda?