HNW: Wujudkan Persatuan dan Kebersamaan Dalam Keragaman di Tahun Politik
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kebersamaan demi persatuan ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kebersamaan demi persatuan bangsa.
Menurutnya, masyarakat harus mencontoh Bapak dan Ibu Bangsa meski beragam latar belakang mampu mewujudkan Indonesia yang satu.
"Mereka adalah bukti bahwa kesatuan Indonesia lahir dari perdebatan yang panjang, musyawarah, dan kesepakatan yang kokoh," ungkapnya saat Sosialisasi mengenai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang lebih dikenal sebagai Empat Pilar MPR RI, Jumat (10/11/2023).
Menurutnya, kesatuan Indonesia adalah hasil dari peran negarawan dan tokoh nasionalis kebangsaan, juga peran tokoh-tokoh nasional Islam. Mereka memberikan teladan kesatuan dalam perbedaan dan berhasil menyelamatkan kemerdekaan Indonesia serta eksistensi NKRI.
Bila berbicara tentang Empat Pilar MPR, bangsa ini akan mendapatkan ketauladanan yang diwariskan oleh Bapak dan Ibu Bangsa. Bapak dan Ibu Bangsa menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu adalah mereka yang terlibat langsung melahirkan Indonesia Merdeka, seperti mereka yang terlibat dalam keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), Panitia 9 maupun PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” Dari 67 anggota, 2 di antara mereka adalah perempuan.
Mereka yang berada di sana sangat terpelajar. Dua Perempuan tersebut juga demikian. Roro Soekaptinah, ia berasal dari Jogjakarta. Ia merupakan aktivis Aisyiyah dan menjadi anggota Kongres I Wanita 1928. Perempuan satunya lagi bernama Maria Ulfa Santoso. Maria Ulfa merupakan perempuan pertama di Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum.
Dirinyalah yang mengusulkan HAM dalam UUD. Ia merupakan Menteri Kesejahteraan Sosial pertama.
"Dua perempuan itulah antara lain para Ibu Bangsa. Bapak dan Ibu Bangsa itu memberikan ketauladanan yang luar biasa," ujar HNW.
Mereka adalah orang-orang yang terdidik. Ada yang sekolah di Belanda, Kairo, Mekkah, dan perguruan tinggi yang hebat lainnya, ada yg belajar di Indonesia, di Pesantren ada juga yang autodidak. Bapak dan Ibu Bangsa itu ada yang Muslim, non-Muslim, berpaham kebangsaan, dan ragam latar lainnya.
Dari BPUPK, Panitia 9 dan PPKI yang anggotanya beragam, lahirlah produk yang luar biasa yakni Indonesia merdeka dengan ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Bayangkan kalau di antara mereka ada yang ngotot untuk menjadikan agama, etnis, orientasi politik dan pahamnya sendiri untuk dasar negara, pasti tak akan lahir Indonesia dan NKRI seperti yang kita kenal sekarang ini," paparnya.
Dari sikap yang demikian, HNW menyebut Bapak dan Ibu Bangsa memberi tauladan bahwa kita beragam namun bisa hidup bersama dan bergotongroyong dalam NKRI. Diungkap dulu ada negara yang bernama Uni Soviet. Negara itu pada masanya merupakan negara adidaya dan rival utama bagi Amerika Serikat.
Namun Uni Soveit sudah lama bubar. Salah satu sebab negara itu pecah karena ideologi yang digunakan bukan ideologi yang lahir dan tumbuh dari kesepakatan warga bangsa sendiri tetapi ideologi komunis yang datang dari luar yang dipaksakan menjadi ideologi negara dengan melakukan kudeta dan penaklukan negara2 disekitar Rusia.
“Allhamdulillah, Indonesia mempunyai ideologi yang menyatukan yaitu Pancasila”, ujar pria asal Klaten, Jawa Tengah itu. Pancasila dihadirkan melalui kesepakatan para tokoh bangsa yang terdiri dari berbagai latar namun mereka bisa saling memberi, saling menerima, bermusyarawah, dan bersatu/berkesepakatan meski melalui perdebatan yang panjang.
“Tidak bisa dipungkiri ada peran negarawan dan tokoh nasionalis kebangsaan, tapi juga ada peran tokoh-tokoh nasional Islam seperti KH Mas Mansoer, KH Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, KH Anwar Sanusi, H Agus Salim, H Abikusno Cokrosuyoso dan lain lain," tuturnya.
Ketauladanan mereka merupakan soko guru dalam kehidupan dan inspirasi menyelamatkan Bangsa dan Negara menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Mereka hadir untuk mengaktualisasikan kesatupaduan Bangsa, Umat dan NKRI.
Keragaman yang ada dan perbedaan afiliasi Politik, Suku, Agama, Profesi, tidak membuat mereka pecah, malah mereka memberikan keteladanan kesatupaduan, mengamalkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang sukses selamatkan kemerdekaan Indonesia dan eksistensi NKRI.
Hal yang sangat relevan disegarkan kembali saat Rakyat Indonesia berada di tahun politik, menyongsong pesta demokrasi; Pemilu.
"Agar menjadi pilar positif nan penting mempersiapkan Indonesia Emas dengan memperingati 100 tahun Indonesia Merdeka," ucapnya. (*)
Apa Reaksi Anda?