Soroti Masalah Pangan, Nagara Institute: Pupuk Harus Tepat Sasaran
Badan Pangan Nasional (BPN) menyoroti persoalan ketersediaan pupuk bagi petani yang selama ini dinilai banyak persoalan. ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (BPN) menyoroti persoalan ketersediaan pupuk bagi petani yang selama ini dinilai banyak persoalan.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan BPN Rachmi Widiarini mengatakan, salah satu poin penting terkait masalah pupuk adalah ketersediaan sekaligus penyalurannya yang harus tepat. Bukan hanya sampai kepada pemilik lahan, tetapi harus sampai di penggunaannya.
Hal tersebut disampaikan Rachmi saat menjadi pembicara round tablet discusion bertajuk "Peran Agro-input dalam Rantai Produksi Pangan Nasional" yang diadakan Nagara Institute, Rabu (6/12/2023) kemarin.
Kegiatan round tablet discusion bertajuk "Peran Agro-input dalam Rantai Produksi Pangan Nasional". (FOTO: dok. Nagara Institute for TIMES Indonesia)
"Yang menjadi poin penting, terkait bagaimana pupuk bisa sampai ke lahan. Bukan (hanya) ke orang. Karena di lapangan pemilik lahan belum tentu petaninya. Ini selalu kita temukan," ujar Rachmi.
Diskusi yang dipandu oleh Direktur Ekskutif Nagara Institute Akbar Faizal dan peneliti dari Nagara Institute Dian Revindo itu menghadirkan banyak pembicara, yakni Direktur Pangan BRIN, Prof Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo MPU yang diwakili Peneliti BRIN I Gusti Made Sudiksa, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan BPN Dr. Rachmi Widiarini, Plt. Kepala BPS Amelia A Widyasanti, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim A Fachri Radjab, Direktur Tanaman Pangan Ir. Suwandi, Direktur KADIN Karen Tambayong, Dirit PT Pupuk Kaltim Budi Wahyu Soesilo, Sekretaris Koperasi HKTI Yoseph Patricius Carry Pratomo, Ketum MAPORINA Ir. Subandrio, Sekjen APPI A. Tossin Surawikara, dan Pengamat Pertanian Khudori.
Dalam paparannya, Rachmi mengaku sering menemukan fakta, bahwa masalah pupuk tidak tepat sasaran karena hanya mengacu pada para petani pemilik lahan. Sementara yang menggarap pertanian kerap hanya butuh tani yang mengeksekusi di lapangan.
"Kita khawatir (pupuk) di pemilih lahan bergeser. Karena dia belum tentu atau bukan dia yang mengolah lahan," jelasnya.
Ia juga memaparkan tentang proyeksi neraca pangan yang disiapkan pada 2024, karena ini sesuai dengan tugas BPN dalam menjamin ketersediaan pangan antar waktu dan antar wilayah.
Dalam pemenuhan kebutuhan pangan ini, lanjut Rachmi, yang diutamakan tentunya dari dalam negeri, tapi jika dari dalam negeri belum terpenuhi maka harus direncanakan (impor) jauh-jauh hari sebelumnya.
"Harus direncanakan berapa yang akan diimpor, di mana tujuannya, jenisnya apa, dan bulan apa akan datang. Ini semua harus jelas agar produksi dalam negeri tidak tertekan," ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti BRIN I Gusti Made Sudiksa yang menjadi pembicara dalam diskusi itu menjelaskan tentang pemahaman lahan di Indonesia yang selama ini salah kaprah, seolah-olah semua lahan itu subur.
"Persepsi bahwa tanah kita subur harus kita koreksi. Karena tidak semua subur, bahkan sebagian besar justru tidak subur. Sementara variabel kesuburan tanah ini yang menjadikan kebijakan pertanian salah arah karena terjadi penyamarataan kebijakan untuk semua," ungkap Sudiksa.
Ia juga memaparkan tentang teknologi yang tengah dibarap BRIN dan diyakini akan memberikan dampak baik terhadap peroduktivitas pangan kedean, adalah penggunaan pupuk hayati.
"Kita sudah banyak melakukan riset, bagaimana bisa mengekstrak lahan dengan kandungan unsur hara yang terpendam di dalam tanah. Kemudian bagaimana kita menetapkan sistem budidaya yang baik terkait pengelolaan pupuk supaya lebih efisien," ungkap Sudiksa. (*)
Apa Reaksi Anda?