Soal Permintaan IMF, DPR Dorong Pemerintah Jaga Marwah Tujuan Hilirisasi
Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi menanggapi kebijakan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait permintaan ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi menanggapi kebijakan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait permintaan atau rekomendasi yang dikeluarkan Dana Moneter Internasional (IMF) agar Pemerintah Indonesia menghentikan pembatasan ekspor nikel.
Organisasi internasional yang bergerak di bidang keuangan itu diketahui pada 25 Juni 2023 mengeluarkan dokumen “IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia” (IMF Country Report No. 23/221). Dimana dalam laporannya, IMF memberikan catatan terkait program hilirisasi nikel di Indonesia.
"Dalam sidang kabinet kemarin, arahan Presiden (Joko Widodo) sebenarnya sudah sangat jelas, sangat tegas. Semua menterinya diingatkan jangan kehilangan fokus dengan kebijakan hilirisasi untuk semua sumber daya alam," kata Intan, Selasa (4/7/2023).
Menurut Anggota Fraksi PAN DPR RI itu, hilirisasi sebagai strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas merupakan kunci dalam industrialisasi. Bukan hanya di sektor pertambangan, melainkan juga di sektor kehutanan dan kelautan. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui hambatan dan kendala di lapangan.
Intan Fauzi menyinggung bagaimana temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendeteksi adanya ekspor ilegal nikel ore alias bijih nikel hingga 5 juta ton ke China. Padahal pemerintah jelas-jelas melarang ekspor bijih nikel sejak Oktober 2019 silam dan resmi ditetapkannya pada Januari 2020. Sementara Menteri Bahlil mengakui jika pihaknya tidak mengetahui adanya kegiatan ekspor ilegal tersebut.
"Apa sih tujuan dari kebijakan hilirisasi itu? Kerangka besarnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui kebijakan itu, berbagai komoditas yang diekspor tidak lagi berupa bahan baku mentah, tetapi barang setengah jadi atau barang jadi," jelas Intan yang juga Anggota DPR RI dari Dapil Jabar VI, Kota Bekasi dan Depok ini.
"Tujuannya sangat mulia, sangat bagus, jika implementasinya juga selaras. Untuk itu, kami mendorong Menteri Bahlil untuk mengevaluasi kebijakan hilirisasi untuk kemudian melakukan pembenahan dari kendala dan hambatan yang ditemukan dilapangan. Kita dukung kebijakan hilirisasi, tetapi implementasinya juga harus sejalan. Jangan sampai kejadian lagi ekspor-ekspor ilegal," sambungnya.
Anak buah Zulkifli Hasan itu menuturkan, sikap tegas pemerintah yang tidak pengaruh dengan permintaan IMF patut didukung demi kedaulatan negara. Indonesia sebagai negara merdeka harus memiliki kedaulatan dalam mengelola sumber daya alam. Terlebih Indonesia saat ini sedang fokus menciptakan energi baru terbarukan
“Karena bagaimanapun kedaulatan negara kita tentang perdagangan khususnya dalam mengelola sumber daya alam, mutlak kedaulatan negara kita. Oleh karena itu kita akan memberikan dukungan secara politis kepada pemerintah soal kebijakan hilirisasi untuk semua sumber daya alam,” jelasnya.
“Oleh karena itu, kita dukung pemerintah dalam hal ini Menteri Bahlil melakukan upaya semaksimal, mungkin memperkuat argumennya, pemerintah memberikan argumen objektifnya terhadap masalah tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta IMF tidak ikut campur soal kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan larangan ekspor komoditas dan hiliriasi.
Menteri Bahlil mengapresiasi IMF dalam memberikan pandangan dan rekomendasi perihal pertumbuhan makro ekonomi di dalam negeri. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh IMF dianggap sebagai standar ganda, dimana satu sisi mendukung tujuan hilirisasi sekaligus menentang kebijakan larangan ekspor.
"Ini standar ganda menurut saya, menurut saya apa yang dilakukan pemerintah sudah dalam jalan yang benar dan kita menghargai mereka," kata Bahlil.
Ia menyampaikan, kebijakan hilirisasi menciptakan penciptaan nilai tambah sangatlah tinggi bagi Indonesia. Selain itu, banyak efek berantai dari kebijakan tersebut, contohnya pembukaan lapangan kerja. Ia mencontohkan, ekspor nikel pada 2017-2018 hanya mencapai 3,3 juta dollar AS. Hilirisasi juga membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 25 bulan berturut-turut.
"Jadi kalau ada siapapun yang mencoba mengatakan bahwa hilirisasi adalah sebuah tindakan yang merugikan negara, itu kita pertanyakan ada pemikiran apa di balik itu," kata Bahlil. (*)
Apa Reaksi Anda?