SKK Migas Gelar Konferensi Hulu Migas Internasional September Mendatang
Sebagai salah satu upaya mendorong peningkatan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebagai salah satu upaya mendorong peningkatan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kembali menggelar The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) yang akan berlangsung pada 20-22 September 2023 di Nusa Dua, Bali.
ICIOG 2023 ini menjadi ajang pertemuan regulator, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan untuk membahas isu-isu krusial di industri hulu migas serta menentukan langkah-langkah konkret yang harus diambil guna menjawab tantangan yang ada.
"The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) adalah puncak kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas untuk meningkatkan kerja sama dalam menciptakan iklim investasi dan kreativitas yang mendukung pemanfaatan potensi migas Indonesia secara maksimal,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Usaha menarik investasi melalui forum ICIOG telah dilakukan SKK Migas sejak tahun 2020. Hasilnya realisasi investasi semakin meningkat. Pada tahun 2020, realisasi investasi sebesar US$10,5 miliar, kemudian pada tahun 2021 naik menjadi US$11 miliar, tahun 2022 menjadi US$12,1 miliar, dan pada tahun 2023 ini ditargetkan akan tembus di angka US$15,54 miliar.
Upaya untuk menjaring investasi hulu yang migas yang masif berangkat dari kesadaran bahwa sektor ini masih memegang peranan strategis dalam menunjang ketahanan energi nasional. Meski Indonesia sedang dalam masa transisi energi menuju pencapaian Net Zero Emission (NZE) di 2060, migas tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi. Konsumsi migas bahkan diperkirakan naik seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan migas akan terus meningkat hingga 2050, dengan kebutuhan minyak bumi diproyeksikan naik sebesar 139 persen dan gas alam naik sebesar 298 persen. Meskipun persentase porsi migas dalam bauran energi turun, kebutuhan migas secara volume diperkirakan tetap mengalami peningkatan. Untuk itu, produksi migas harus ditingkatkan agar ketahanan energi nasional tetap terjaga.
"Berdasarkan tren transisi energi, pertumbuhan penggunaan gas akan lebih tinggi dibanding minyak karena gas relatif bersih dan bisa diterima dalam era transisi energi," ujar Dwi.
Peningkatan produksi migas dari lapangan yang sudah ada perlu dibarengi pula dengan peningkatan kegiatan eksplorasi secara masif. Langkah ini diperlukan agar produksi migas tetap terjaga dan berkelanjutan seiring adanya penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan tua.
Saat ini, Indonesia masih memiliki cadangan migas yang berpotensi untuk dieksplorasi dan dikembangkan. Untuk bisa mengoptimalkan potensi cadangan migas yang ada, sektor hulu migas Indonesia membutuhkan dukungan investasi berskala besar. Pemerintah juga berkomitmen mendorong investasi di sektor hulu migas melalui pemberian insentif dan perbaikan skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC).
"Tahun ini, investasi di sektor hulu migas ditargetkan mencapai US$15,54 miliar atau naik 26 persen dibanding pencapaian investasi tahun lalu. Jika dibandingkan rencana peningkatan investasi hulu migas global yang naik 6,5% maka menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi Indonesia melampaui rata-rata global," kata Dwi.
Selain untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, kehadiran investor juga dibutuhkan guna mendukung pencapaian target NZE di 2060 melalui penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Storage/CCS) serta penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilization and Storage/CCUS) di industri hulu migas.
Implementasi teknologi CCS/CCUS bisa dilakukan dengan memanfaatkan cekungan-cekungan hidrokarbon yang sudah tidak lagi memiliki cadangan untuk diproduksikan (depleted reservoir) sebagai fasilitas penyimpanan karbon.
Indonesia sendiri memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon yang terbilang besar. Berdasarkan studi yang dilakukan Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon sekitar 2 giga ton CO2 pada depleted reservoir migas yang tersebar di beberapa area serta sekitar 10 giga ton CO2 pada saline aquifer di West Java dan South Sumatra Basin.
Selain sebagai fasilitas penyimpanan karbon, depleted reservoir di Indonesia berpotensi untuk digunakan sebagai regional hub bagi negara-negara yang minim atau pun tidak memiliki fasilitas penyimpanan karbon.
"Penggunaan teknologi CCS dan CCUS ini tentunya mensyaratkan investasi hulu migas yang lebih tinggi, sehingga upaya untuk meningkatkan investasi ini sepatutnya menjadi prioritas seluruh pemangku kepentingan," demikian Dwi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jumat 14 Juli 2023. (d)
Apa Reaksi Anda?