Resmi Dibuka, Festival Ini Tampilkan Kekayaan Literasi Banyuwangi
Menyajikan berbagai bentuk literasi yang berkembang sejak batu masih sebagai medium tulis hingga di era digital. Dengan ini kekayaan literasi di Kabupaten Banyuwangi dita ...
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Menyajikan berbagai bentuk literasi yang berkembang sejak batu masih sebagai medium tulis hingga di era digital. Dengan ini kekayaan literasi di Kabupaten Banyuwangi ditampilkan dalam Festival Sepekan Literasi di Kantor Dinas Perpustakaan Daerah Kabupaten Banyuwangi, Senin (22/5/2023).
Festival yang digelar di jalan Jaksa Agung Suprapto itu, dibuka langsung oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani. Menurutnya, kegiatan tersebut bagian dari upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
“Kami ingin mengajak masyarakat untuk meningkatkan minat baca. Maka, kami desain acara ini semenarik mungkin untuk mengundang masyarakat berkunjung ke perpustakaan dan mencintai bacaan,” ungkap Ipuk.
Dengan meningkatnya kualitas minat baca masyarakat, imbuh Ipuk, akan berdampak pada kemajuan daerah. “Dengan literasi yang kuat, tentu akan berdampak pada peningkatan SDM. Dengan SDM yang baik, kemajuan daerah akan lebih mudah tercapai,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan Daerah dan Arsip Kabupaten Banyuwangi Zen Kastolani menjelaskan bahwa acara ini berlangsung selama sepekan. Mulai dari 22 - 27 Mei 2023. “Pengunjung bisa berkunjung setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 21.00,” jelasnya.
Dalam festival tersebut, pengunjung bisa menyaksikan pameran literasi yang terbagi dalam empat ruang pamer. Ruang pertama menyajikan informasi seputar Banyuwangi yang terekam dalam relief-relief candi ataupun prasasti.
“Di antaranya adalah kisah Sritanjung yang terekam dalam Candi Penataran, Candi Surowono, Gapura Bajang Ratu dan Candi Jabung,” jelas Zen.
Ruang selanjutnya menampilkan kekayaan naskah kuno. Naskah yang ditampilkan adalah naskah yang masih lestari dan hidup di tengah masyarakat Banyuwangi dengan berbagai ritual mocoan. Seperti Lontar Yusup, Hadis Dagang, Juwarsah dan Sritanjung.
“Naskah-naskah kuno tersebut telah ditransliterasi, diterjemahkan dan diterbitkan oleh Perpustakaan Daerah,” ungkap Zen.
Ruang pamer selanjutnya menampilkan kekayaan literasi sastra di Banyuwangi saat memasuki masa mesin cetak. Lahir berbagai karya tulis seperti novel, antologi puisi, kritik sastra hingga berbagai jurnal sastra dan budaya.
Ada juga ruang pamer yang menampilkan berbagai foto tempo dulu hasil jepretan seorang jurnalis foto asal Banyuwangi yang terbit di majalah Sin Po pada masa kolonial.
“Ini semua terintegrasi dengan ruang baca Perpustakaan Daerah yang bisa diakses secara konvensional maupun digital,” terang Zen.
Selain pameran, selama sepekan ini juga diisi dengan berbagai kegiatan. Diantaranya workshop aksara nusantara, bedah buku dan sarasehan. Pada malam harinya juga diisi dengan berbagai ekspresi seni dan panggung musik.
“Yang ingin mengikuti, bisa langsung datang ke perpustakaan. Gratis,” pungkasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?