Membangun Kesadaran Gender Melalui Diskusi Tentang Pelecehan dan Perlindungan Perempuan

Metallagi Media bersama komunitas pemuda di Kabupaten Pasuruan menyelenggarakan diskusi 'Perjuangan Kesetaraan Gender' dan nonton bareng film dokumenter berjudul 'Ini Sce ...

Mei 9, 2023 - 01:10
Membangun Kesadaran Gender Melalui Diskusi Tentang Pelecehan dan Perlindungan Perempuan

TIMESINDONESIA, PASURUAN – Metallagi Media bersama komunitas pemuda di Kabupaten Pasuruan menyelenggarakan diskusi 'Perjuangan Kesetaraan Gender' dan nonton bareng film dokumenter berjudul 'Ini Scene Kamu Juga!' yang digelar di kedai Biasa Perumahan Tembok Indah Pasuruan.

Dalam diskusi yang diikuti puluhan komunitas anak muda atau kalangan milenial tersebut menghadirkan Ahaddiini Hayyu Maahayaati, Sosiolog dan aktivis kesetaraan gender, dengan moderator Ade Pratama Wicaksono, seorang musisi dan jurnalis aktif di Metallagi Media, serta pendiri Pasuruan Under Division.

Perjuangan-Kesetaraan.jpg

Tak hanya itu, film dokumenter 'Ini Scene Kamu Juga!' yang menceritakan tentang kisah para perempuan dalam komunitas Underground/Punk/HC yang sering kali mengalami pelecehan, juga dibedah senagai topik diskusi.

Film dokumenter 'Ini Scene Kami Juga!' memperlihatkan betapa pentingnya keberadaan perempuan dalam budaya tandingan Underground/Punk/HC di Indonesia.

Ahaddiini Hayyu Maahayaati, menjelaskan jika film dokumenter 'Ini Scene Kami Juga!' menyinggung tentang keberadaan komunitas Underground/Punk/HC seringkali dianggap sebagai sub-kebudayaan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang ada di masyarakat Indonesia.

Hal ini disebabkan karena praktik-praktik dalam kebudayaan tersebut dianggap melanggar batas-batas moralitas yang ada.

"Ketika seorang perempuan bergabung dalam komunitas tersebut, mereka sering menerima penilaian ganda dari masyarakat karena pandangan dominan budaya musik Underground/Punk/HC yang cenderung memarjinalisasi dan mengkriminalisasi penggiat musik dan terkait pandangan budaya dominan bentukan kepada perempuan," kata Ahaddiini, Senin (8/5/2023).

Menurut Ahaddiini, scena yang tumbuh di antara masyarakat yang patriarkis terawat melalui sosialisasi peran seks dan penciptaan identitas gender yang memiliki keyakinan bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang superior di segala bidang.

"Penggambaran maskulinitas dalam kebudayaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat dominasi laki-laki terhadap perempuan melalui seksisme sebagai cita-cita patriarkal, salah satu wujudnya adalah ketika perempuan dipandang sebagai objek seksual dalam banyak kasus yang dialami para perempuan dalam scena Underground/Punk/HC," ungkapnya.

"Namun, sebenarnya bergabungnya perempuan dalam komunitas ini adalah upaya pergerakan untuk melawan sistem patriarki melalui budaya tandingan dalam budaya yang berseberangan," sambungnya.

Menurut Ahaddiini, budaya tandingan ini muncul karena adanya mosi ketidakpercayaan terhadap institusi sosial, bangkitnya konsumerisme, revolusi seksual, munculnya bentuk-bentuk pemikiran baru dan adanya perkembangan teknologi.

"Para perempuan berani mendobrak sistem patriarkis dalam budaya tandingan dengan pemikiran dan harapan bahwa pandangan masyarakat patriarkis mengenai peran dan identitas gender dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu, meskipun masih terdapat banyak praktik yang tidak ramah perempuan di dalam lingkungan kebudayaan sekarang ini," paparnya.

Ahaddiini juga memandang  kehadiran komunitas Underground/ Punk/ HC dapat menjadi budaya tandingan dalam budaya yang berseberangan dan menjadi alat perjuangan dalam melawan sistem patriarki.

"Perempuan yang bergabung atau bersatu dalam scena Underground/ Punk/ HC perlu berani bersuara dan menentang segala bentuk pelecehan, kekerasan, rasisme, misogini, seksisme dan berbagai macam hal yang memarjinalkan perempuan.Selain itu, diperlukan kontribusi perempuan dalam turut serta berjuang dan bergerak bersama menciptakan perubahan sosial," jelasnya.

"Diperlukan keberanian untuk berani bersuara, speak up terhadap segala peristiwa yang memarjinalkan perempuan baik pelecehan, kekerasan, rasisme, misogini, seksisme dan berbagai macam lainnya," imbuh  Founder Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa ini.

Dalam menciptakan perubahan sosial dan mencapai kesetaraan gender di dalam scena Underground/ Punk/ HC Indonesia, kontribusi perempuan sangat diperlukan. Tidak hanya sebagai musisi atau penggiat zine/newsletter saja. 

"Yang paling penting adalah meyakini, mempercayai, menanamkan mindset, dan melakukan tindakan untuk melawan sistem patriarki dan mewujudkan kesetaraan gender di dalam scena Underground/Punk/HC Indonesia," tegas perempuan asli Surabaya ini.

Sebagai kesimpulan, film dokumenter 'Ini Scene Kami Juga!'mengangkat isu penting tentang keberadaan perempuan dalam komunitas Underground/ Punk/ HC di Indonesia sebagai produk aktivitas manusia yang tergenderkan.

"Film ini juga menyoroti peran perempuan dalam komunitas tersebut dan tantangan yang mereka hadapi dalam lingkungan yang masih patriarkis," tegas Ahaddiini.

Sementara, Ugik Endarto dari Metallagi Media menjelaskan tentang cara menghadapi pelecehan di suatu scena. Menurutnya, untuk mengatasi pelecehan diperlukan dukungan dari dua faktor, yakni faktor struktural dan kultural.

"Faktor struktural melibatkan aparat yang berwenang dalam menindak tegas peristiwa yang terjadi, baik pihak Kepolisian atau LBH Perlindungan Perempuan yang mewadahi apabila terjadi kasus pelecehan dalam scena," ungkap Ugik yang juga pendiri perpustakaan jalanan Wahana Baca dan musisi ini.

"Sedangkan faktor kultural melibatkan dukungan dari lingkungan dan komunitas. Dukungan dari kedua faktor tersebut sangat penting untuk membawa perubahan," tegasnya.

Sementara itu Fariz perwakilan punker pasuruan mengapresiasi kegiatan yang digagas Metallagi Media bersama komunitas pemuda di Kabupaten Pasuruan.

"Kegiatan acara seru dan menginspirasi bagi orang lain yang mungkin belum mengenal. Selain itu secara nyata ada sebuah peringatan yang membentuk sebuah mindset bahwa laki-laki harus memiliki kesadaran lebih untuk menjaga perempuan, begitupun sebaliknya, perempuan juga harus bisa menjaga dirinya dengan sebaik mungkin. Setidaknya semua harus cermat untuk mengurai, mematahkan ataupun menempatkan di ruang tertentu sebuah mindset  di lingkungan sehari-hari," kata Fariz.

Hal senada juga diungkapkan, Hanum Paroots, tokoh musisi perempuan sebuah grup band Reggae ternama di kota Pasuruan menganggap acara nobar dan diskusi film dokumenter 'Ini Scene Kami Juga !' secara garis besar adalah bagus yang juga merupakan suatu pergerakan.

"Secara garis besar bagus. Apapun itu kan movement, aku suka sih event event showcase gitu", ujar perempuan berfashion eksentrik ini. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow