Melongok Kota Tanpa Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Tujuh hari sudah Kota Batu, Jawa Timur (Jatim) tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Mari kita bersama-sama melongok, bagaimana kondisi kota wisata yang 98 ...
TIMESINDONESIA, BATU – Tujuh hari sudah Kota Batu, Jawa Timur (Jatim) tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Mari kita bersama-sama melongok, bagaimana kondisi kota wisata yang 98 persen pengangkutan sampahnya terhenti.
Ya.. di sudut-sudut kampung terlihat gerobak terbiar, tidak terlihat petugas pengangkut sampah disampingnya. Malah, bagian atas gerobak sampah yang biasanya terbuka, tertutup terpal. Ternyata ini cara untuk menghindari pembuang sampah liar yang diam-diam membuang sampah ke dalam gerobak.
Tidak ada yang tahu bagaimana nasib pengangkut sampah yang selama ini dibayar menggunakan retribusi sampah yang digalang masyarakat.
Pengangkut sampah yang sesekali terlihat hanya truk pengangkut sampah Dinas Lingkungan Hidup. Kendaraan ini mengangkut sampah di pinggir jalan dan fasilitas umum. Tapi tidak seperti di Jogja dimana warga berebut melempar sampahnya di bak truk, masyarakat Kota Batu lebih tenang menyikapinya.
Sesekali terdengar disudut-sudut kampung pertengkaran yang timbul akibat sampah. Seperti di daerah Songgoriti, sekelompok warga mengejar seorang pembuang sampah liar. Bukan hanya memaki-maki pembuang sampah liar yang 'tertangkap', warga meminta pembuang sampah ini, memungut sampah yang diambilnya.
Grup-grup WA dan medsos setiap hari tidak ada hentinya ramai membicarakan masalah sampah. Ada yang menulis surat terbuka untuk wali kota, ada yang cuma mengumpat, ada juga yang bersikap tenang.
Ada yang menyalahkan Si- A, Si-B atau Si-C, ada juga yang berinisiatif membuat grup WA yang mengajak belajar pemilahan, ada juga yang mengajak belajar membuat kompos.
Setiap orang menyikapi berbeda penutupan TPA Tlekung, per 30 Agustus 2023 lalu. Ada yang sangat emosional, namun ada juga yang tenang menyikapinya. Secara umum kondisi Kota Batu tenang meskipun tanpa TPA.
Tapi tidak ada yang tahu, ketenangan ini apakah ketenangan yang tercipta dalam sebuah sekam dimana ada bara didalamnya.
"Ya kita mencoba tenang, sebenarnya ya susah juga. Apalagi suhu udara Kota Batu sekarang bertambah panas karena hutan terbakar dan setiap hari warganya membakar sampah, sumuk," ujar Kartika, warga Kelurahan Sisir.
Beberapa hari ini, ia mengganti seluruh wadah tempat jualannya di kantin sebuah sekolah agar tidak menambah sampah. "Biasanya kita pakai foam, sekolah sekarang melarang, kita ganti wadah mangkok yang bisa dicuci lagi," ujarnya.
Dirumah ia mencoba membuat komposter sederhana untuk sampah organik dan menjual sampah an organiknya. "Tetap tidak bisa menghindari membakar sampah, karena janjinya kan sampah residu diangkut, ternyata tidak ada pengangkutan sampah," ujarnya.
Bukan satu keluarga saja yang membakar sampah, namun hampir sebagian besar warga membakar sampah. "Harus bagaimana lagi, tidak ada jalan lain. Kita bakarnya malam-malam, biar tidak ganggu tetangga," ujar Fikri warga Ngaglik.
Asap pembakar sampah ini seolah bercampur menjadi satu dengan asap kebakaran hutan. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas udara di Kota Batu pagi hari.
"Tidak segar sama sekali, tidak seperti biasanya, sebaiknya sementara waktu tidak keluar pagi hari," ujar Dina warga Imam Bonjol.
Sementara itu Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai setiap hari keliling desa. Seperti kemarin ia berkunjung ke TPS3R Pasar Relokasi yang berada di area dalam Stadion Brantas.
Sejak TPA Tlekung ditutup, TPS3R Pasar Relokasi mengolah sampah secara mandiri. Namun masih terlihat belum maksimalnya pemilahan sampah dilakukan pedagang sehingga waktu penanganan sampah menjadi lebih lambat dan sampah cepat menumpuk.
Dinas Lingkungan Hidup menerjunkan petugas pemilah sampah di TPA Tlekung untuk mempercepat pemilahan TPS3R Pasar Relokasi.
Di tengah-tengah kunjungannya, Paewai menjelaskan jika semua pedagang wajib melakukan pilah sampah sebelum dibuang ke TPS3R. Pemilahan sampah akan mempercepat petugas sampah untuk melakukan pengolahan lebih lanjut dan tidak menimbulkan tumpukan sampah.
"Saya mengajak pedagang dan masyarakat untuk memilah sampah sebelum dikirim ke TPS3R. Dengan pemilahan sampah, akan membantu meringankan pekerjaan petugas pemilah sampah, karena pekerjaan yang terberat adalah pemilahan sampah ini. Dengan memilah sampah, akan lebih memangkas waktu lebih cepat sehingga sampah tidak menumpuk," kata Paewai bersama Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, Eko Suhartono dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Aries Setiawan.
Saat melihat TPS3R Pasar Relokasi, Paewai juga bertemu dengan Ki Sutopo, warga Kelurahan Temas, salah seorang peternak yang mencari sisa sayuran untuk pakan ternak. Dalam perbiincangan itu, ia mengaku membutuhkan sampah setiap hari berupa sampah sayuran minimal 4 karung yang digunakan untuk 60 domba miliknya.
Dengan memanfaatkan sampah sayuran Ketua Mocopat Kota Batu ini bisa menghemat pengeluaran untuk kebutuhan pakan ternaknya dibandingkan harus mencari rumput, terutama di musim kemarau yang sulit didapat.
"Dengan memanfaatkan sampah sayuran, lebih menghemat tenaga dan biaya. Terutama dimusim kemarau seperti sekarang rumput sulit di dapat," jelasnya.
Sementara itu, Eko Suhartono berjanji akan melakukan sosialisasi agar pedagang memilah sampah sebelum dimasukkan ke TPS3R. "Meskipun sudah berkali-kali disosialisasikan, kita akan terus mengedukasi dan memantau pedagang agar memilah sampah sebelum masuk ke TPS3R. Hal ini agar kondisi pasar lebih bersih dan rapi dan permasalahan sampah adalah tanggung jawab bersama," jelasnya.(*)
Apa Reaksi Anda?