Kisah Prof Komarudin, Anak Tukang Dedek Indramayu yang Sukses Jadi Rektor UNJ Selama 2 Periode

Setelah unggul dengan mengantongi 82 suara dari 113 suara sah, Prof. Komarudin terpilih kembali menjadi Rektor Universitas Negeri Jakarta

September 25, 2023 - 18:00
Kisah Prof Komarudin, Anak Tukang Dedek Indramayu yang Sukses Jadi Rektor UNJ Selama 2 Periode

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah unggul dengan mengantongi 82 suara dari 113 suara sah, Prof. Komarudin terpilih kembali menjadi Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di pemilihan Rektor UNJ Periode 2023 – 2027 pada Senin, 17 Juli 2023 lalu.

Kini Prof. Komarudin resmi dilantik kembali menjadi Rektor UNJ untuk periode 2023 – 2027 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim. Pelantikan ini dilaksanakan di Graha Utama Lantai 3 Gedung A Kemendibudristek, Jakarta Pusat pada Senin (25/9/2023) sekitar pukul 13.00 WIB. Pelantikan ini merupakan masa jabatan kedua Prof. Komarudin sebagai Rektor UNJ.

Dari sisi pengalaman kepemimpinan di UNJ, pria kelahiran Indramayu ini tidak diragukan lagi. Banyak pengalaman kepemimpinan yang dijabat Prof. Komarudin, dari menjabat Sekretaris Jurusan PMP-KN FPIPS IKIP Jakarta, Ketua Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ, Wakil Dekan IV FIS UNJ, Kepala Pusat KMK Lemlit UNJ, Dekan FIS UNJ, Wakil Rektor Bidang 2 UNJ, hingga kini menjadi Rektor UNJ untuk 2 periode.

Sementara untuk pengalaman kepemimpinan di luar UNJ, Prof. Komarudin juga dipercaya untuk mengemban amanah yang antara lain, Ketua Bidang Kampus Mengajar Majelis Rektor PTN se-Indonesia, Ketua Komisi Pendidikan Forum Rektor Indonesia, Ketua Umum Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia (HISPISI), Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pendidik Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI) DKI Jakarta, dan Ketua Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) DKI Jakarta, serta masih banyak lagi amanah yang pernah dan sedang dijalankan oleh Prof. Komarudin.

Prof. Komarudin merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara, namun lima saudaranya sudah meninggal dunia. Tinggal Prof. Komarudin bersama ketiga kakaknya yang masih hidup.

Nama "Komarudin" sendiri diberikan oleh seorang ulama setempat, KH. Hasan Hariri melalui orangtuanya. Saat kelahiran kakaknya, orangtuanya meminta nama yang bagus kepada Pak Kyai dan oleh Pak Kyai diberi 2 nama, yaitu Saepudin dan Komarudin. Ternyata orangtuanya memilih nama untuk kakaknya, Saepudin.

Hingga saat kelahirannya kemudian, nama “Komarudin” langsung diberikan kepadanya oleh orangtuanya. Prof. Komarudin sendiri berasal dari keluarga petani kecil, yang juga bekerja sebagai pengumpul sekam atau kulit padi, yang oleh orang setempat di penggilingan padi sekitar Jatibarang disebut “dedek”, sehingga kemudian ayahnya dikenal dengan istilah "tukang dedek".

Tingkat ekonomi keluarga Prof. Komarudin yang hanya "tukang dedek" dan penuh keterbatasan ini, tidak lantas membuat dirinya berkecil hati dalam mengenyam pendidikan. Prof. Komarudin tetap semangat dan berjuang dalam menjalani pendidikan. Prof. Komarudin yang menghabiskan masa kecilnya di Desa Bulak, Jatibarang, Indramayu ini, menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bulak III Indramayu pada tahun 1977.

Semasa bersekolah di SDN Bulak III Indramayu, Prof. Komarudin dikenal sebagai siswa yang aktif dalam berorganisasi, olahraga, kegiatan sosial, serta berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan predikat lulusan terbaik pada SDN Bulak III Indramayu. Hal yang hampir sama juga dilakukan semasa Prof. Komarudin menempuh pendidikannya di jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) I Jatibarang Indramayu. Ia kembali menorehkan prestasinya semasa di SMPN I Jatibarang Indramayu dan menjadi lulusan terbaik pada tahun 1981. 

Prestasi yang diraih semasa bersekolah di SD dan terutama saat SMP, tidak lepas karena potensi dan ketekunan Prof. Komarudin dalam belajar. Memang, menurutnya kesempatan dan ketekunan belajar di masa SMP jauh lebih baik dibandingkan waktu SD karena kondisi dan tantangan yang berbeda. Semasa SMP, Prof. Komarudin lebih sering tinggal di masjid dekat rumahnya untuk shalat berjamaah dan belajar ilmu agama selepas shalat maghrib atau shalat subuh.

Sehabis mengaji, pada malam harinya Prof. Komarudin melanjutkan untuk belajar materi pelajaran sekolah. Bahkan teman bermain Prof. Komarudin mengatakan bahwa waktu belajar yang dijalankan Prof. Komarudin terlalu berlebihan. Seringkali belajar lewat dari jam 12 dini hari. Belajar yang berlebihan ini konon karena dua hal, pertama karena tantangan kehidupan yang mendorongnya ingin mengubah hidup lebih baik, dan kedua karena “kurio” atau rasa ingin tahu yang tinggi.

Selepas lulus dari SMPN I Jatibarang Indramayu, Wali Kelas dari Prof. Komarudin, almarhum Pak Ali, menyarankan untuk melanjutkan studi lanjutnya di salah satu SMAN unggulan di Cirebon karena prestasi dan nilai pelajaran yang bagus. Namun karena kekuatiran orangtua atas biaya sekolah dan keinginan untuk cepat bekerja, Prof. Komarudin kemudian melanjutkan studinya di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Indramayu. 

SPG adalah sekolah yang seleksinya sangat ketat dan biasanya tidak lebih dari sepertiga dari jumlah pendaftar yang lolos seleksi, bukan karena biayanya yang tinggi. Mereka yang diterima pun kebanyakan dari masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah, yang menjadikan sulit menembus seleksi adalah beratnya materi yang harus dikerjakan. Ada tes kepribadian termasuk bakat dan minat, tes kemampuan akademik, dan tes fisik. Jadi, siapapun yang masuk di SPG sudah pasti anak-anak yang punya kepribadian, akademik, fisik, serta memiliki bakat dan minat yang baik sebagai modal menjadi seorang guru. Meski, tidak semuanya berminat menjadi guru, melainkan lebih dikarenakan ingin cepat bekerja, terutama menjadi PNS. 

Selama bersekolah di SPG, Prof. Komarudin memperoleh keseimbangan antara belajar dan organisasi. Hal ini terbukti, meski aktif berorganisasi dan sempat menjadi Ketua Umum OSIS selama satu tahun (1982-1983), Prof. Komarudin juga lulus dengan predikat sebagai lulusan terbaik SPGN Indramayu tahun 1984. 

Setelah lulus SPG ada kebimbangan pada Prof. Komarudin, antara keinginan cepat kerja menjadi guru SD dengan keinginan melanjutkan kuliah. Pada kondisi ini, kehadiran Pak Suhaili salah seorang guru muda di SPGN Indramayu memberi arti. Suhaili menyarankan agar dirinya melanjutkan studi ke pendidikan tinggi, tepatnya ke IKIP. Menurut Suhaili, prestasi akademik dan organisasi yang dimiliki Prof. Komarudin akan lebih baik lagi jika dilanjutkan di perguruan tinggi, sayang saja kalau hanya menjadi guru SD. 

Hal ini yang kemudian menjadi motivasi Prof. Komarudin untuk melanjutkan pendidikan tinggi dan kuliah di IKIP Jakarta. Pada tahun 1984 mengikuti Sipenmaru dan diterima di program studi D2 Keterampilan PKK. Lalu, karena alasan dan kondisi tertentu, pada tahun 1985 kembali mengikuti Sipenmaru dengan memilih Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMP–KN), FPIPS, IKIP Jakarta dan kemudian setelah mengikuti proses selama lima tahun lulus pada tahun 1990 dengan predikat Lulusan Terbaik FPIPS IKIP Jakarta. 

Semasa menjadi mahasiswa, selain menjalankan tugas sebagai guru di SMEAN 15 Jakarta, Prof. Komarudin juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan yang pertama diikuti oleh Prof. Komarudin di kampusnya adalah HMJ dan pada tahun 1987/1988 menjadi Sekretaris Umum HMJ. Selain itu juga aktif di Racana Pramuka dan menjadi Ketua Racana Putra pada 1988/1989. Di waktu bersamaan Prof. Komarudin menjadi Ketua Komisi BPM FPIPS IKIP Jakarta. Selain aktif di Racana Pramuka, Prof. Komarudin juga turut mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan lain, seperti Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa Ekaprasetya (FODIM-E) yang sekarang bernama Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), dan Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika.

Atas prestasi yang ditorehkan oleh Prof. Komarudin semasa menjadi mahasiswa, ia pun setelah lulus ditawari oleh Dekan FPIPS, Prof. M. Hasan, untuk mengabdi di almamaternya menjadi dosen. Tawaran ini pun disambut Prof. Komarudin dengan mengikuti proses administrasi sebagai penyandang Beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID), yaitu mengurus rekomendasi dari ketua jurusan, dekan hingga rektor. Dengan tidak menunggu lama, semua berkas pengusulan termasuk rekomendasi rektor diserahkan ke kementerian hingga akhirnya keluarlah SK CPNS sebagai Dosen IKIP Jakarta pada Juni 1991, tapi dalam SK terhitung mulai tanggal 1 Maret 1991. 

Prof. Komarudin juga menjadi lulusan terbaik peringkat 1 saat Prajabatan CPNS Dosen tahun 1992. Tidak lama setelah menjadi dosen, tepatnya saat menjabat sebagai Sekretaris Jurusan, Prof. Komarudin meraih prestasi sebagai Dosen Teladan Nasional pada tahun 1996 di masa Mendikbud Prof. Dr. Eng. Wardiman Djojonegoro.

Tidak puas dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, Prof. Komarudin kemudian melanjutkan jenjang Magister di Departemen Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia dan lulus tahun 1999. Kemudian melanjutkan studi jenjang doktoralnya di Pascasarjana UNJ di Prodi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dan lulus tahun 2012. Atas capaian prestasi dalam bidang akademik, Prof. Komarudin pada Juni 2020 lalu meraih jabatan akademik sebagai Guru Besar Tetap UNJ dalam Bidang Ilmu “Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan” yang dikukuhkan pada tanggal 18 Juni 2021. 

foto-lawas.jpg

Dikenal Sosok “Family Man” yang Bersahaja dan Baik Hati

Tidak hanya sukses dalam karir dan akademik, Prof. Komarudin juga sukses dalam membina rumah tangganya. Sukses dalam karir dan akademik membuat Prof. Komarudin telat untuk menikah. Ia menikah di usia 37 tahun dengan menikahi Linda Zakiah anak seorang guru agama islam yang berusia 20 tahun pada 17 Maret tahun 2001. Perbedaan usia 17 tahun tidak menjadi suatu halangan, karena saling menghargai dan melengkapi. Pernikahan ini dikarunia tiga orang anak. Anak pertama bernama Arya Fahriarahman Sahid yang berusia 21 tahun dan kini berstatus mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang mengambil prodi Arsitektur. Lalu anak kedua bernama Alisa Sofia Rahmah yang berusia 18 tahun dan kini berstatus mahasiswa di Universitas Indonesia mengambil prodi Produksi Media. Sementara anak ketiganya bernama Firliana Salsabila Rahma yang berusia 12 tahun dan bersekolah di SMP Labschool Jakarta. 

Tidak hanya Prof. Komarudin yang berkarir sebagai dosen, tetapi istrinya juga berkarir menjadi dosen. Linda Zakiah merupakan dosen tetap di Prodi PGSD, FIP UNJ. Saat ini, istri Prof. Komarudin sedang menyelesaikan studi doktoralnya di Pascasarjana UNJ. 

Dalam membina rumah tangga, Prof. Komarudin selalu menanamkan nilai – nilai agama yang kuat kepada anak – anaknya. Selain itu juga, ditengah kesibukan pekerjaannya, Prof. Komarudin selalu menyempatkan diri untuk berkumpul bersama istri dan ketiga anaknya. Bahkan Prof. Komarudin ditengah waktu luangnya terkadang selalu membuat masakan untuk keluarga. Sosoknya dikenal sebagai family man bagi istri dan ketiga anaknya.

Tidak hanya membangun hubungan harmonis kepada istri dan anaknya, Prof. Komarudin juga selalu bersilahturahmi dengan kakak – kakaknya beserta keponakannya dan sanak keluarganya yang berada di Indramayu. Dalam waktu 1 bulan, Prof. Komarudin selalu menyempatkan diri ke tanah kelahirannya di Indramayu untuk bersilahturahmi dengan para keluarganya dan terutama ziarah ke makam orangtuanya setelah kedua orangtuanya meninggal dunia. Bahkan Prof. Komarudin saat pulang kampung ke Indramayu, terkadang menyempatkan diri bersilahturahmi dengan para guru – gurunya, baik guru SD, SMP, dan SPG. Maka tidak heran hubungan baik antara Prof. Komarudin dengan para gurunya masih terjaga baik hingga saat ini. Bahkan saat pengukuhan guru besar Prof. Komarudin pada 2021 lalu, para guru – guru sekolah Prof. Komarudin diundang untuk hadir ke UNJ.

Di mata ketiga kakaknya dan orang-orang di sekelilingnya, Prof. Komarudin dikenal sebagai pribadi yang sholeh serta baik hati. Karakter baik hatinya yang senang membantu dan menolong keluarga serta orang lain sudah dilakukan sejak kecil. Maka tidak heran baik keluarga, teman, guru – gurunya, kolega, serta staf pegawai di UNJ mengenal pribadi Prof. Komarudin sebagai orang yang bijaksana dan baik hati.

Sempat Alami Rekayasa Kasus OTT

Pada Mei 2020 lalu, Prof. Komarudin di awal masa jabatan menjadi Rektor UNJ pada periode pertama (2019 – 2023) sempat alami kejadian yang merugikan nama baiknya dan institusi UNJ. Dimana Prof. Komarudin alami rekayasa kasus oleh oknum yang tidak suka atau lebih tepat kompetitor pada dirinya. Kejadian ini menjadi titik nadir perjalanan karir Prof. Komarudin karena ia bersama kolega dosen UNJ yang lain merasa mengalami rekayasa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didesain oleh oknum tertentu. 

Setelah melalui proses pemeriksaan, KPK menyatakan tak menemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus ini. Dengan alasan itu, KPK melimpahkan penanganan kasus ke kepolisian. Namun dalam pemeriksaan kepolisian juga tidak menemukan unsur pidana apa pun yang dilakukan oleh Prof. Komarudin. Masalah yang mendera Prof. Komarudin bersama para koleganya di UNJ, akhirnya diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek untuk diselesaikan.

Sesuai dengan informasi dari berbagai pihak, rupanya kejadian yang dialami oleh Prof. Komarudin bersama para koleganya di UNJ adalah rekayasa kasus yang dibuat oleh oknum tertentu yang sempat berambisi menjadi Rektor UNJ dan kecewa karena gagal mencalonkan diri menjadi Rektor UNJ pada tahun 2019 lalu, yang kebetulan saat itu menjadi petinggi di salah satu lembaga kementerian. Atas kejadian yang dialami Prof. Komarudin ini, dirinya tidak mau memperpanjang masalah dan memaafkan pihak – pihak yang sudah merugikan nama baiknya dan institusi UNJ. 

“Saya memaafkan mereka yang sudah merekayasa kasus ini, dan semoga Allah SWT memberikan hidayah dan ampunannya kepada mereka. Saya ingin fokus memimpin UNJ untuk kemajuan bersama agar kampus yang kita cintai ini terus semakin baik prestasi dan reputasinya”, ujar Prof. Komarudin setelah pihak kepolisian menyerahkan kasus kepada Itjen pada tahun 2020 lalu.

foto-jadul.jpg

GRENG dan SETRUM, Jadi Strategi Jitu di Periode Kedua

Semasa kepemimpinannya menjadi Rektor UNJ pada periode pertama (2019 – 2023), banyak tantangan dan hambatan yang dihadapinya. Diantaranya saat mengemban amanah sebagai Rektor UNJ di akhir 2019 adalah tugas yang amat berat, dikarenakan empat hal, yaitu: Pertama, UNJ baru saja mendapatkan sanksi dari Kemenristekdikti berupa penurunan peringkat dari 20 ke 58 disertai penurunan peringkat akreditasi dari A ke B; Kedua, dari sisi perencanaan, UNJ belum memiliki Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Strategis Bisnis (RSB). UNJ sebagai PTN Badan Layanan Umum belum melaksanakan amanah pasal 29 Statuta UNJ ini. 

Ketiga, sebagai PTN BLU yang harus bergerak lincah dan cepat dengan menerapkan prinsip good university governance UNJ belum didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi berupa sistem informasi yang komprehensif dan terintegrasi; dan Keempat, Pandemi Covid-19 menyebabkan UNJ mengalami VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), yaitu lingkungan organisasi yang semakin bergejolak, kompleks, dan semakin tidak pasti.

Selain empat hal di atas, pada Mei 2020 lalu, Prof. Komarudin di awal masa jabatan sempat alami kejadian yang merugikan nama baiknya dan institusi UNJ. Dimana Prof. Komarudin alami rekayasa kasus oleh oknum yang tidak suka atau lebih tepat kompetitor pada dirinya. Kejadian ini menjadi titik nadir perjalanan karir Prof. Komarudin karena ia bersama kolega dosen UNJ yang lain merasa mengalami rekayasa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didesain oleh oknum tertentu. 

Setelah melalui proses pemeriksaan, dari KPK hingga pemeriksaan kepolisian menyatakan tidak menemukan unsur pidana apa pun yang dilakukan oleh Prof. Komarudin dan kolega dosen UNJ yang lain. Masalah yang mendera Prof. Komarudin bersama para koleganya di UNJ, akhirnya diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek untuk diselesaikan secara internal. Sesuai dengan informasi dari berbagai pihak, rupanya kejadian yang dialami oleh Prof. Komarudin bersama para koleganya di UNJ adalah rekayasa kasus yang dibuat oleh oknum tertentu yang pernah berambisi menjadi Rektor UNJ dan kecewa karena gagal mencalonkan diri menjadi Rektor UNJ pada tahun 2019 lalu. Atas kejadian yang dialami Prof. Komarudin ini, dirinya tidak mau memperpanjang masalah dan memaafkan pihak – pihak yang sudah merugikan nama baiknya dan institusi UNJ. 

Namun berkat pengalaman, kebijaksanaan, dan kolaborasi yang dibangun oleh Prof. Komarudin dalam masa kepemimpinannya sebagai Rektor UNJ, masalah awal kepemimpinan yang ada dapat ditangani. Prof. Komarudin yang memimpin sejak 2019 ini dinilai berhasil mencapai berbagai prestasi yang mengangkat kembali reputasi dan prestasi UNJ, antara lain capaian Akreditasi Unggul pada tahun 2021 yang sebelumnya UNJ berstatus Akreditasi B, dan naiknya peringkat klasterisasi Perguruan Tinggi Indonesia yang sebelumnya di tahun 2019 UNJ peringkat ke 59 menjadi peringkat ke 11 pada 2022, raihan Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) 5 kali berturut – turut dari 2019–2023, dan peringkat Webomatrics UNJ terus mengalami peningkatan, dari peringkat 90 pada 2020 melesat menjadi peringkat 39 pada 2023. Tentu masih banyak prestasi lain yang kini membuat tren UNJ semakin meningkat di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peminat yang mendaftar seleksi masuk ke UNJ dari berbagai jalur penerimaan, bahkan dari tahun 2020 hingga 2023 UNJ masuk 15 besar PTN Favorit di Indonesia.

Untuk terus memajukan UNJ, sosok yang dikenal hobi memasak dan berolahraga ini mengusung 7 pilar Akselerasi UNJ Bereputasi Dunia sebagai program kerjanya dalam kepemimpinan Rektor UNJ Periode 2023–2027. Dimana program kerja ini didasarkan dari persiapan transisi perubahan status UNJ dari PTN-BLU ke PTN-BH pada 2023 ini dan RPJP UNJ 2020 – 2045. Pada RPJP UNJ ini diamanahkan setelah UNJ berstatus mandiri dengan ditandai menjadi PTN-BH, maka tahapan berikutnya UNJ unggul diantara LPTK hingga 2045 mencapai reputasi dunia. 

Adapun 7 pilar Akselerasi UNJ Bereputasi Dunia yang diusung oleh Prof. Komarudin, yaitu meliputi: 1) Penguatan Core Competency dan Kualitas Pendidikan Bertaraf Internasional; (2) Luaran Penelitian & P2M yang berdampak bagi masyarakat, DUDI, Negara, dan Dunia; (3) Penguatan Publikasi, Sitasi, Sumber Informasi, dan Publisitas; (4) Penguatan Tata Kelola dan Kinerja Universitas; (5) Penguatan SDM dan Kepakaran; (6) Optimalisasi Aset, dan Penguatan Infrastruktur Sistem Teknologi Informasi untuk Income Generating; dan (7) Penguatan Peran Alumni dan Jejaring Kerja Sama Nasional dan Internasional.

Pada kesempatan ini, Prof. Komarudin menjelaskan bahwa kiat sukses untuk memimpin di periode keduanya, yaitu bahwa program 7 pilar Akselerasi UNJ Bereputasi Dunia ini mengangkat tagline “Great Reputation to Enlighten the Nation and the Globe” atau disingkat “GRENG”. Maksud dari “GRENG” ini bahwa dalam memimpin di periode kedua kita fokus mencapai reputasi besar UNJ yang tetap sesuai dengan marwah UNJ, yaitu mencerdaskan dan memartabatkan bangsa, negara, dan dunia, ungkap Prof. Komarudin.

Prof. Komarudin menambahkan bahwa selain “GRENG”, maka untuk memperkuat program 7 pilar Akselerasi UNJ Bereputasi Dunia ini perlu kepemimpinan yang tegas, dan humanis. Maka itu perlu kepemimpinan Strategis, Empati, Terpercaya, Responsif, Unggul, dan Membangun Tim atau disingkat “SETRUM”. 

Kepemimpinan “SETRUM” ini berkaitan dengan kepemimpinan strategis yang maksudnya memiliki kemampuan untuk merumuskan visi dan strategi jangka panjang yang efektif. Lalu empati yang dimana mampu memahami dan berempati terhadap kebutuhan, perasaan, dan pandangan orang lain. Kemudian terpercaya, yang maksudnya memiliki integritas yang tinggi dan mampu membangun kepercayaan dengan orang lain. Berikutnya kepemimpinan responsif yang sigap dalam mengambil tindakan dan merespon kebutuhan dan masalah dengan cepat. Selain itu juga perlu kepemimpinan yang unggul yang maksudnya menjadi teladan yang unggul dalam kinerja, etika, dan profesionalisme. Terakhir yang paling penting, membangun tim yang maksudnya mampu membentuk dan memimpin tim yang efektif, memotivasi anggota tim, dan mencapai hasil bersama, ungkap Prof. Komarudin.

Saat UNJ berubah statusnya menjadi PTN-BH, maka potensi aset yang dimiliki UNJ saat ini akan dikembangkan lebih luas lagi dalam rangka sebagai sumber pemasukan utama UNJ. “Mari bersama kita bangun UNJ yang kita cintai untuk menjadi kampus yang terus menorehkan berbagai prestasi hebatnya, serta mewujudkan visi – misinya menjadi kampus bereputasi dunia, mendidik lulusan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan era globalisasi saat ini, dan tentu bersamaan dengan itu tetap mewujudkan kampus humanis yang memuliakan keberagaman, kesetaraan, inklusif, anti perundungan dan anti kekerasan seksual”, tutup Prof. Komarudin. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow