Diduga Rugikan Negara Rp5 Triliun Lebih, APRI Minta Kejaksaan Agung Investigasi Dugaan Pungli PT PTB
PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) diduga telah merugikan negara dengan melakukan tindakan korupsi melalui pungutan liar (pungli)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) diduga telah merugikan negara dengan melakukan tindakan korupsi melalui pungutan liar (pungli) ship to ship di Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur dengan total pungli mencapai Rp5,04 triliun.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Rudi Prianto dalam keterangan persnya yang diterima TIMES Indonesia, PT PTB diduga telah melakukan ship to ship di wilayah yang tidak memiliki dasar hukum penetapan wilayah pelabuhan.
“lzin yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diduga diberikan berdasarkan data yang tidak benar yang disampaikan oleh PT PTB. Ini kejahatan yang serius terhadap negara,” ucap Rudi dalam keterangan persnya kepada TIMES Indonesia di Jakarta pada Senin, (14/5/2025).
Rudi menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2021, khususnya Pasal 7, 17, dan 18, penetapan wilayah konsesi wajib dilakukan oleh Menteri Perhubungan dan harus selaras dengan tata ruang wilayah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Penetapan wilayah konsesi Terminal ship to ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur wajib berkoordinasi dengan Gubernur Kalimantan Timur,” jelas Rudi.
Rudi melanjutkan, sesuai Pasal 11 dan 27 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan, kegiatan usaha di pelabuhan wajib dilaporkan ke Gubernur dan Penyelenggara Pelabuhan setempat. Namun dalam kasus ship to ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa tidak ditemukan jejak koordinasi atau rekomendasi dari Gubernur Kalimantan Timur.
“Akibatnya, lokasi kegiatan ship to ship tersebut tidak memiliki dasar penetapan tata ruang yang sah. Penentuan lokasi konsesi diumumkan dengan tidak transparan oleh Kementerian Perhubungan,” sebutnya.
Secara yuridis apabila lokasi konsesi tidak ditetapkan secara sah, maka seluruh bentuk pungutan yang diberlakukan di wilayah tersebut statusnya menjadi ilegal, yang dapat dipandang sebagai bentuk tindak pidana korupsi pungli.
Pada sisi lain, secara prosedur dan substansi Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, Hal: Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan Pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
“Kementerian Perhubungan wajib mencabut konsesi Terminal ship to ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur atas nama PT PTB,” ujar Rudi.
Rudi menegaskan, setelah dibatalkannya Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, Hal: Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, berdasarkan putusan peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal 18 September 2024, aparat penegakan hukum perlu mengusut dugaan korupsi pungli yang telah merugikan negara dan diduga memperkaya PT PTB sedikitnya sebesar USD 300 juta atau setara dengan Rp5,04 triliun.
Rudi mengungkapkan, mengacu pada Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PT PTB telah mengenakan tarif bongkar muat dengan dalih penggunaan floating crane terhadap seluruh eksportir batubara, selaku pengguna jasa kepelabuhanan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar USD 1.97 per metrik ton.
”Dari tarif senilai USD 1.97, sebesar USD 0,8 tanpa dasar hukum masuk ke rekening PT PTB, dengan dalih untuk jasa floating crane. Padahal PT PTB tidak memiliki unit floating crane. Sejak ketentuan tersebut diberlakukan pada Juli 2023, terdapat sebanyak 250 juta metrik ton batubara telah diekspor melalui Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau. Total hasil pungutan liar yang dinikmati PT PTB mencapai USD 300 juta atau setara Rp5,04 triliun, yang seharusnya masuk ke kas negara,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Rudi mengungkapkan uang yang diduga dari korupsi pungli sebesar Rp5,04 triliun tersebut kini dipakai oleh PT PTB untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI berdasarkan bukti screenshot dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta menunjukkan bahwa pada Selasa, 1 Oktober 2024, PT PTB selaku Pemohon Kasasi (Tergugat II Intervensi) secara resmi mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta No. 377/B/2024/PT.TUN.JKT yang sebelumnya telah membatalkan tarif USD 1.97 per ton yang dijadikan dasar pungli.
“Setelah memungut uang secara ilegal dan kalah di pengadilan, kini digunakan untuk membiayai langkah hukum kasasi yang diduga sebagai bentuk perlawanan terhadap negara dengan memanfaatkan dana yang tidak sah. Ini bukan sekadar pembangkangan hukum, melainkan penghinaan terhadap keadilan,” tandas Rudi yang juga telah melaporkan dugaan korupsi pungli PT PTB sebesar Rp5,04 triliun kepada Kejaksaan Agung RI, termasuk meminta investigasi atas dugaan penyalahgunaan dana tersebut. (*)
Apa Reaksi Anda?






