Bongkar Taktik Komunikasi Pemilu, Guru Besar UB Sebut Pemilu 2019 Lebih Baik

Profesor Rachmat Kriyantono, seorang Guru Besar bidang Ilmu Hubungan Masyarakat (Humas) dari Universitas Brawijaya, menyatakan bahwa Peluru 2019 berjalan lebih lancar dib ...

Februari 13, 2024 - 09:30
Bongkar Taktik Komunikasi Pemilu, Guru Besar UB Sebut Pemilu 2019 Lebih Baik

TIMESINDONESIA, MALANG – Profesor Rachmat Kriyantono, seorang Guru Besar bidang Ilmu Hubungan Masyarakat (Humas) dari Universitas Brawijaya, menyatakan bahwa Pemilu 2019 berjalan lebih lancar dibandingkan dengan Pemilu 2024. Menurutnya, pada Pemilu 2019, hanya terjadi polarisasi yang disebabkan oleh politik identitas dan sebagian besar terkonstruksi di level grassroot.

“Muncullah politik atribusi yang membagi rakyat ke dalam dua kelompok besar, cebong dan kampret. Tetapi, polarisasi ini tidak berdampak serius pada kerusakan demokrasi dan sistem hukum kita,” ujarnya, Senin (12/2/2024).

Profesor yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UB itu berpendapat bahwa Pemilu 2024 ini lebih memanas karena sumbernya adalah kalangan elit.

“Pemicu utama adalah sikap dan perilaku politik Presiden. Kasus MK, majunya Gibran, pernyataan presiden bahwa dia boleh kampanye, keputusan DKPP telah memunculkan isu hilangnya etika dalam praktek politik dan demokrasi,” katanya.

Dalam perspektif Ilmu Komunikasi, Profesor Rachmat Kriyantono menilai Presiden sebagai komunikator politik telah mereduksi kepercayaan publik, yakni publik sudah tidak percaya bahwa pemilu akan berjalan tanpa kecurangan.

“Inkonsistensi pesan sekarang ini banyak disuguhkan, baik inkonsistensi pesan verbal dan nonverbal. Misalnya, menginstruksikan aparat netral, tapi foto presiden bersama satu capres dan parpol tertentu berjejeran di semua daerah,” jelasnya.

Penulis buku Teknik Praktis Riset Komunikasi ini menganggap penguatan pesan kunci pada pasangan calon 01 dan 03 memperkuat positioning mereka.

“Karena isu etika dan netralitas membuat polarisasi posisi bahwa 02 adalah paslon status quo, paslon lainnya oposisi,” ujar RK.

Karena itulah, dia menilai kegiatan seperti Desak Anies atau Tabrak Prof mempunyai positioning kuat untuk membangun citra sebagai paslon yang merakyat dan peduli terhadap rakyat.

“Desak Anies dan Tabrak Prof merupakan sarana komunikasi untuk membangun citra sebagai paslon yang merakyat dan peduli terhadap rakyat. Ada faktor homofili, yakni kesesuaian pesan komunikator dengan kebutuhan rakyat, yang membuat komunikasi efektif,” tambahnya.

“Ada edukasi politik melalui diskusi dan berbagi opini dengan rakyat. Kapasitas intelektual, pengalaman, dan kapasitas komunikasi seorang paslon sangat teruji di model kampanye ini,” sambung RK.

Sementara itu, penyebutan gemoy hingga samsul, menurut RK menunjukkan paslon dengan kapasitas gagasan yang kurang hingga pengalaman yang kurang.

“Namun harus diakui gimmick tersebut bisa meningkatkan awareness publik, tapi jika publik kita sudah terliterasi secara baik justru kondisi akan berbalik,” pungkasnya.(*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow