Tangkal Pencemaran Lingkungan di Banyuwangi dengan Pasukan Lalat Tentara Hitam

Seorang pemuda bernama Sundarianto yang berasal dari Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, Jawa Timur, telah membuktikan bahwa di tangan yang tepat, sampah b ...

Februari 26, 2024 - 14:30
Tangkal Pencemaran Lingkungan di Banyuwangi dengan Pasukan Lalat Tentara Hitam

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Seorang pemuda bernama Sundarianto yang berasal dari Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, Jawa Timur, telah membuktikan bahwa di tangan yang tepat, sampah bisa menjadi sebuah harta yang bernilai.

Semua dimulai dari kekecewaan Sundarianto dan rekan-rekannya saat mereka hanya berhasil menjaring sampah ketika memancing di sungai. Namun, kekecewaan itu memicu semangat untuk mengolah sampah tersebut. Mereka membentuk Komunitas Pemuda Etan Gladak Anyar (PEGA) Indonesia, dengan fokus pada pengolahan sampah organik.

Nama komunitas ini diambil dari lokasi berkumpul mereka yakni di sisi timur jembatan baru. Meskipun tujuan awalnya tidak mengarah pada keuntungan, mereka tetap bersemangat sambil terus belajar.

"Tujuan utama kami mengurangi sampah. Kalau bukan kita siapa lagi," kata Sundarianto, Senin (26/2/2024).

Hal tersebut berdasarkan sejumlah orang, keuntungan dari pengolahan sampah menjadi kompos amat sedikit. Meskipun kesadaran akan pentingnya pengolahan sampah semakin meningkat, realitasnya adalah bahwa bisnis kompos memiliki keuntungan yang amat tipis. Banyak yang merasa bahwa investasi dalam pengolahan sampah menjadi kompos tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.

Belakangan, ada yang menyarankan pemanfaatan larva lalat tentara hitam atau yang biasa disebut Maggot. Serangga yang memiliki nama lain Black Soldier Fly (BSF) ini memang dipercaya sangat baik dalam hal mengurai sampah organik.

Inovasi ini muncul sebagai alternatif yang menarik dan efektif dalam menghadapi tantangan pengolahan sampah. Larva lalat tentara hitam menjanjikan proses dekomposisi yang lebih cepat dan efisien, mengubah sampah organik menjadi produk yang lebih bernilai dalam waktu yang relatif singkat.

Hal ini mengubah paradigma pengolahan sampah, membuka jalan menuju solusi yang lebih berkelanjutan dan berpotensi lebih menguntungkan secara ekonomi. Sundarianto tertarik dan mulai mempelajari secara otodidak segala sesuatu mengenai maggot. Tanpa ragu, dia menyelami dunia maggot dengan semangat belajar, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang tersedia, termasuk internet dan pengalaman langsung. Namun, seperti halnya perubahan besar lainnya, memulai pengolahan sampah organik dengan maggot bukanlah tugas yang murah.

Tahun 2017, ketika Sundarianto mulai menjelajahi konsep ini, dia terkejut mengetahui bahwa harga bibit maggot mencapai Rp 30 ribu per gram. Angka ini membuatnya merenung sejenak, menyadari bahwa perjalanan menuju visinya akan menjadi tantangan finansial yang signifikan. Meskipun demikian, tekadnya tidak goyah.

"Kelompok kami tidak mampu. Maka kami memancing lalat dari alam dan mengumpulkannya untuk dibudidayakan," kata Sundarianto.

Namun, keberuntungan mulai berpihak pada mereka ketika PT Bumi Suksesindo (BSI), sebuah perusahaan yang beroperasi di Tumpang Pitu, terlibat dalam proyek mereka. Tetapi ada kisah menarik dalam perjuangan PEGA untuk meraih kepercayaan PT BSI dalam kolaborasi mereka untuk mengembangkan usaha pengolahan sampah tersebut.

PEGA memiliki inisiatif untuk menghadang truk logistik perusahaan PT BSI yang biasa melintasi desa mereka. Namun, langkah ini bukanlah untuk meminta tebusan layaknya penculik, melainkan sebagai cara untuk mendesak PT BSI agar membantu dalam pengolahan sampah.

Terkesan dengan tekad anak-anak muda yang dipimpin oleh Sundarianto, PT BSI tidak mengambil tindakan represif. Sebaliknya, perusahaan tersebut sepakat untuk memberikan dukungan kepada PEGA Indonesia pada tahun 2018.

Budidaya-Black-Soldier-Fly.jpgKandang Maggot PEGA Indonesia yang dibangun oleh PT Bumi Suksesindo. (Foto: Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

Keputusan ini menunjukkan bahwa PT BSI bukan hanya melihat mereka sebagai penghalang atau ancaman, tetapi sebagai mitra potensial dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

"Kami memberikan fasilitas tempat atau kandang untuk produksi maggot," kata Community Empowerment PT BSI, Bahtiar Majid.

Tidak hanya terbatas pada dukungan moral terhadap PEGA, tetapi anak perusahan PT Merdeka Copper Gold Tbk tersebut juga berkontribusi secara langsung dalam upaya pengolahan sampah. Dengan memahami kebutuhan dan kendala yang dihadapi oleh PEGA, PT BSI memberikan bantuan yang sangat diperlukan.

Selain menyediakan kendaraan untuk mengangkut sampah dari rumah-rumah dan warung-warung, Perusahaan pun memfasilitasi pelatihan-pelatihan di berbagai kawasan, mulai dari lingkungan kota hingga kampus.

Setiap bulan, PT BSI dan PEGA Indonesia mengadakan pertemuan rutin untuk membahas berbagai persoalan yang timbul serta mencari solusi bersama. Dalam pertemuan tersebut, mereka tidak hanya membahas kendala produksi seperti kurangnya pakan dan sampah, tetapi juga mendiskusikan strategi jangka panjang untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan dari kegiatan pengolahan sampah.

"Tujuan kami tak lain tak bukan adalah untuk mengembangkan budidaya maggot ini,” sambung Bahtiar.

Setiap pekan, Sundarianto dan kawan-kawan dari PEGA Indonesia mengolah sekitar tiga ton sampah organik. Rata-rata, mereka mampu memproduksi satu kuintal maggot fresh setiap minggunya.

Dari upaya pengolahan sampah organik yang dilakukan oleh PEGA Indonesia, tercipta lima produk yang tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat. Produk-produk tersebut merupakan hasil inovasi dari pengolahan sampah organik yang berbahan baku dari PT Bumi Suksesindo dan warga sekitar.

Pertama, ada maggot fresh yang menjadi pilihan sebagai pakan ikan dan unggas. Kualitas nutrisinya yang tinggi membuatnya sangat diminati sebagai sumber protein bagi hewan-hewan tersebut. Kemudian, maggot kering menjadi solusi bagi para pemilik hewan peliharaan, seperti reptil atau burung hias, sebagai alternatif pakan yang bernutrisi.

Selain itu, hasil dari pengolahan sampah organik ini juga menghasilkan pupuk padat yang kaya akan nutrisi untuk tanaman. Pupuk ini membantu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman secara alami. Tak hanya itu, pupuk cair juga dihasilkan dari proses ini, berfungsi sebagai dekomposer yang efektif dalam mengurai sampah organik dan mengurangi kadar amoniak di lingkungan sekitar.

Produk terakhir dari pengolahan sampah organik ini adalah insektisida organik, yang digunakan untuk mengusir hama tanaman secara alami tanpa meninggalkan residu kimia berbahaya. Dengan menggunakan produk-produk ini, petani dapat menjaga tanaman mereka dari serangan hama tanpa merusak lingkungan sekitar.

"Kami sampai kekurangan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri," kata Sundarianto.

Pemerintah Norwegia dan lembaga swadaya masyarakat yang terlibat dalam program Clean Ocean Through Clean Communities (CLOCC) tertarik dengan upaya mereka untuk menjaga kebersihan lingkungan. Sundarianto menduga bahwa informasi tentang kontribusi PEGA tersebar melalui media sosial, yang kemudian menarik perhatian InSWA. Pada Februari 2023, tanda tangan kontrak perjanjian kerja sama antara PEGA, Indonesia Solid Waste Association (INsWA), dan CLOCC menandai langkah besar dalam perjalanan mereka.

PEGA diangkat sebagai konsultan lokal untuk mendampingi pengolahan sampah di 14 desa dan satu kelurahan di Banyuwangi hingga Februari 2024, termasuk di antaranya adalah Kebondalem, Tamansari, Genteng Kulon, Genteng Wetan, Glagah, dan Setail.

PEGA juga menerima tawaran untuk memberikan pelatihan tentang pengolahan sampah di Australia pada Mei 2023. Awalnya, bimbingan dilakukan melalui media sosial, namun permintaan dari warga Australia membuat mereka meminta perwakilan PEGA untuk datang dan memberikan bimbingan langsung.

Kesuksesan dalam pengolahan sampah yang diraih oleh PEGA Indonesia tidak hanya menciptakan dampak positif secara lokal, tetapi juga menjadi inspirasi bagi PT Bumi Suksesindo untuk memperluas upaya pengolahan sampah ini ke tingkat yang lebih luas.

Pada November 2023, PT BSI memfasilitasi pelatihan bersama Pemerintah Desa Pesanggaran, PKK, badan usaha milik desa, dan pemuda setempat. Tujuannya adalah untuk mendukung pertumbuhan dan kelangsungan produksi dalam upaya pengolahan sampah.

Dengan komitmen dan produktivitas yang tinggi, PT BSI berencana untuk menjalin kerja sama dengan desa-desa dalam pengembangan ini, dimana desa menyediakan lahan dan PT BSI memfasilitasi tempat kandang maggot.

Pada tahap evaluasi, PT BSI juga menemukan potensi besar dalam pengolahan sampah ini, mengingat volume sampah yang melimpah di pasar dan warung makan sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa upaya ini bukan hanya penting secara lingkungan, tetapi juga memiliki potensi ekonomi yang besar.

Riyadi Effendi, Direktur PT BSI, menegaskan kembali komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa kegiatan mereka memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan seluruh pemangku kepentingan. Hal itu sejalan dengan semangat Pasal 33 UU 45 yang menekankan pentingnya kemaslahatan dan kepentingan masyarakat dalam setiap kegiatan pertambangan.

Melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PT BSI berhasil mencapai banyak hal. Salah satunya adalah pengembangan peternakan maggot untuk pakan ternak berkualitas tinggi, dimana mereka memanfaatkan limbah organik yang dihasilkan oleh perusahaan.

"Kami mengembangkan binaan PT BSI yaitu peternakan maggot untuk pakan ternak berkualitas tinggi, memanfaatkan limbah organik yang ada di PT BSI," kata Riyadi.

Langkah ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan dari limbah organik, tetapi juga menghasilkan produk bernilai tambah yang dapat digunakan dalam sektor pertanian dan peternakan. Dengan demikian, PT BSI tidak hanya menjalankan kegiatan pertambangan secara bertanggung jawab, tetapi juga berkontribusi secara positif dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasinya.(d)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow