Strategi Kabupaten Probolinggo Atasi Kekurangan Guru
Kekurangan tenaga guru dapat memengaruhi kualitas pendidikan di suatu daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk menangani permasalahan ini dengan berbagai ...
TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kekurangan tenaga guru dapat memengaruhi kualitas pendidikan di suatu daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk menangani permasalahan ini dengan berbagai strategi. Seperti Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo yang menerapkan Model Pembelajaran Kelas Rangkap (Multigrade).
Model Pembelajaran ini memungkinkan seorang guru mengajar dua kelas sekaligus dalam ruangan dan waktu yang sama. Langkah ini dapat menghemat anggaran dan meningkatkan efisiensi tenaga pengajar yang seharusnya membutuhkan tiga atau empat guru, menjadi satu
guru saja.
“Kekurangan guru di Kabupaten Probolinggo salah satunya disebabkan oleh banyak guru yang pensiun, selain juga karena kondisi geografis,” kata Dr Fathur Rozi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo.
Pembelajaran Kelas Rangkap ini merupakan kerja sama antara Dindik Kabupaten Probolinggo bersama Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI). Mereka melakukan transformasi pendidikan untuk mengatasi rasio guru terhadap siswa yang tidak imbang.
“Sekarang jumlah sekolah yang melaksanakan Pembelajaran Kelas Rangkap di Kabupaten Probolinggo berjumlah 136 lembaga,” imbuh Fathur Rozi.
Dr Fathur Rozi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, saat memberikan paparan kepada delegasi Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia di SDN Ngadisari 2 Sukapura, Kabupaten Probolinggo.(foto: Marta Nurfaidah/TIMES Indonesia)
Secara keseluruhan, terdapat 20 lembaga sekolah di Kecamatan Sukapura dan 52 tenaga guru. Sementara itu, jumlah siswanya mencapai 1.545 anak.
Sedikit berbeda dengan yang terjadi di SDN Ngadisari 2 Sukapura. Sekolah ini tidak saja kekurangan guru, tetapi jumlah siswanya juga sedikit. Karena itu sekolah tersebut terpilih sebagai delapan sekolah percontohan Pembelajaran Kelas Rangkap pada 2018. Selain itu, ada pula SDN Sapikerep III, SDN Wonokerto II, SDN Sukapura IV, SDN Sukapura III, SDN Ngadisari I, SDN Sariwani II, dan SDI Nurul Hikmah As-Sholeh.
Seolah-sekolah ini terpilih karena memiliki siswa kurang dari 50 orang dan berada di area terpencil. Semua guru dan kepala sekolah mendapatkan pelatihan dan cara mengajar lebih dari satu kelas terlebih dulu sebelum menerapkan di kelasnya masing-masing.
Menurut Kepala SDN Ngadisari 2, Marsini Astuti SPd MM, sekolah yang dipimpinnya saat ini terdiri dari empat staf pengajar khusus (3 laki-laki, 1 perempuan), dan 53 siswa (26 laki-laki, 27 perempuan).
Bangunan sekolahnya hanya terdiri dari enam ruangan. Saat Marsini datang di sekolah tersebut, mereka belum memiliki ruang kantor dan perpustakaan. Nah, setelah menerapkan model Kelas Rangkap, mereka sekarang memiliki tiga ruang kelas, ruang kantor, perpustakaan dan ruang sembahyang untuk umat Hindu.
Butuh Kurikulum Kelas Rangkap
Penambahan angka ini dinilai sebagai kesuksesan program. Maka, dia berharap kerja sama tidak berhenti pada 2023 saja, tetapi berlanjut hingga ke depan. Model ini dianggap telah mampu mengatasi masalah kekurangan guru dan sekolah yang memiliki jumlah siswa minim, terutama daerah di sekitar Gunung Bromo.
Madeleine Moss, Minister Counsellor Governance and Human Development Australia, bersama Marsini Astuti SPd MM, Kepala SDN Ngadisari 2 Sukapura, saat role playing bersama siswa kelas III mempraktikkan kegiatan jual beli pada pelajaran IPS. (foto: Marta Nurfaidah/TIMES Indonesia)
“Tantangan bagi guru memang menjadi lebih besar, tetapi sisi positifnya kami menjadi lebih kreatif dalam menyiapkan materi pelajaran di kelas,” ucap Marsini.
Misalnya, waktu menyampaikan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk kelas IV, maka kelas III mempelajari Bahasa Indonesia. Ketika kelas IV membahas tentang sifat-sifat air, siswa kelas III ditugasi membuat kalimat dengan kata yang termasuk dalam sifat-sifat air tersebut.
“Pada akhirnya, siswa kelas I wawasannya bisa lebih luas dibanding siswa kelas II. Siswa kelas II bisa membantu kelas I yang masih kesulitan membaca,” tutur Marsini.
Tantangan saat ini adalah belum tersedianya kurikulum khusus Kelas Rangkap. Marsini mengatakan, kerap para guru bingung jika sudah masuk tahun ajaran baru. Mereka harus menyiapkan materi dan tujuan pelajaran sebelum kelas baru dimulai.
Melalui pengajaran kelas rangkap, para pendidik telah melakukan asesmen dan pembelajaran berdiferensiasi, komponen utama dari Kurikulum Mandiri yang akan diterapkan secara nasional pada 2024. Para guru juga telah mengembangkan pembelajaran yang sejalan dengan keterampilan abad ke-21 dan meningkatkan kemampuan membaca siswa.
“Keberhasilan program ini menginspirasi daerah dan provinsi lain, yang menghadapi kekurangan guru atau distribusi guru yang tidak merata, untuk mengadopsi pembelajaran kelas rangkap,” ujar Lauren Bain, First Assistant Secretary Southeast Asia Maritime Division (FAS SMD) dari Australia.
Lauren berkunjung ke SDN Ngadisari 2 Sukapura pada 14 Juni 2023 lalu. Hadir pula Madeleine Moss, Minister Counsellor Governance and Human Development dari Australia, Supoyo SH MM, anggota DPRD Probolinggo yang berasal dari Kecamatan Sukapura, serta Mark Heyward, Direktur Program INOVASI.
Bahkan Madeleine mengaku sangat kagum dengan upaya SDN Ngadisari 2 untuk melaksanakan Pembelajaran Kelas Rangkap ini. Ada banyak kesulitan, tetapi tidak patah semangat dan terus berusaha yang terbaik.
Tampak di antara tamu, para kepala-kepala sekolah di sekitar Kecamatan Sukapura, yang juga memiliki tantangan tersendiri melaksanakan pendidikan di tempatnya mengabdi. Keberhasilan ini tercapai karena adanya kerja sama yang baik antara sekolah, wali murid, siswa, dan masyarakat sekitar. (*)
Apa Reaksi Anda?