Sewindu Perjuangan Dwi Prihandini Mengabdi di Maluku

Apakah ada disabilitas yang lebih marjinal dari selama ini yang sudah Ia temukan dan disantuninya? ... ...

Februari 27, 2023 - 16:40
Sewindu Perjuangan Dwi Prihandini Mengabdi di Maluku

TIMESINDONESIA – Tak terasa sudah tujuh tahun pengabdian Clerry Cleffy Institute (CCI) di Maluku dan memasuki masa sewindu pengabdian Dwi Prihandini di Maluku.

Dalam kurun masa itu, Dwi Prihandini sering memikirkan apakah pengabdiannya telah menyentuh disabilitas yang paling marjinal di Maluku?

Apakah ada disabilitas yang lebih marjinal dari selama ini yang sudah Ia temukan dan disantuninya?

Pertanyaan itu sering muncul dibenaknya. Bagi, wanita kelahiran Jember, Jawa Timur 9 September 1973 itu, urgensi terbesar dirinya berada di Maluku adalah terkait persoalan disabilitas marjinal.

Oleh karena itu, Ia juga sering bertanya,  “Apakah pengalaman perjalanan saya menjadi catatan bagi pihak-pihak terkait yang notabene bertanggungjawab terkait persoalan disabilitas marjinal di Maluku?”.

Dwi-Prihandini-a.jpg

“Sampai kapan mereka/disabilitas marjinal di pelosok Maluku musti menunggu Negara memenuhi hak hak mereka yang selama ini terabaikan?”

Menurutnya, tantangan yang ia hadapi saat mengabdi di Maluku tentunya kompleks. Antara lain, dirinya sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari oknum-oknum.

Ia juga sering dikira mencari rekam jejak untuk kepentingan politik. Padahal, dirinya bukan anggota partai dan selamanya dirinya tidak tertarik dengan politik.

“Keputusan saya mengabdi di Maluku melalui jalur kemanusiaan merupakan keputusan bulat dengan mengutamakan independensi,” jelasnya.

Hal ini, lanjut dia, artinya dirinya tidak membuka donasi dan tidak menerima donasi untuk menghindari konflik kepentingan, apa pun bentuknya.

Kata Dwi Prihandini, Clerry Cleffy Institute merupakan legasi buat dirinya dan almarhum suaminya Clerry Cleffy. CCI bahkan tidak punya kantor di Maluku. Jika lembaga lain memikirkan sustainability, dirinya tidak. Jika dirinya meninggal, CCI tamat.

Tantangan berikutnya selama pandemi dan pasca pandemi tentunya persoalan berkurangnya penghasilan pribadi sehingga berimbas pada jenis dan jumlah/nominal bantuan yang diberikan pada kaum marjinal.

“Jadi selama 8 tahun besaran nominal untuk marjinal di Maluku tidak hanya berasal dari penghasilan pribadi tapi karena pandemi akhirnya menguras tabungan, menjual apartemen, menjual 2 mobil, beberapa motor, tas tas branded dan lain-lain. Artinya, komitmen independensi itu berat, demi perjuangan bagi marjinal di Maluku,” ucapnya.

Dwi-Prihandini-b.jpg

Sampai dengan Februari 2023, jumlah disabilitas marjinal di Maluku yang telah disantuni ada 608 orang, termasuk 87 kursi roda gratis sampai ke pulau terluar dan puluhan alat bantu jalan tongkat bagi disabilitas.

Ada juga hadiah 143 sepeda bagi anak marjinal, beasiswa pendidikan bagi 151 anak marjinal dan lain-lain. Tugas di tahun ke-8 pengabdian dirinya di Maluku, harapannya bisa menyantuni lebih banyak lagi disabilitas marjinal sampai ke pulau pulau terpencil dan suku suku terasing di pedalaman.

Ia juga ingin menyelesaikan perjalanan ke 19 PPKT/Pulau Pulau Kecil Terluar yang ada di Maluku dimana dirinya baru melakukan perjalanan tersebut separuhnya. Selebihnya, menikmati alam Maluku sambil menyelesaikan 2 buah buku yang sedang Ia tulis; dua duanya tentang Maluku.

“Saya bersukur dalam perjalanan pengabdian di Maluku akhirnya bisa rilis Buku Kedukaan (beberapa tahun lalu), yang mana bisa berguna bagi pihak-pihak yang mengalami kedukaan. Juga bersukur bisa menerbitkan beberapa buku lain tentang Maluku,” tutupnya. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow