Seminar Komisariat GMNI Hukum UTM, Merekonstruksi Gerakan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM) gelar seminar Gerakan Perempuan dengan tema "Merekonstruksi Kembali Gerakan Perempuan" di Gedung Dinas Perhubungan…
TIMESINDONESIA, BANGKALAN – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM) gelar seminar Gerakan Perempuan dengan tema "Merekonstruksi Kembali Gerakan Perempuan" di Gedung Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bangkalan.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Saiful Arif selaku Ketua GMNI DPC Bangkalan, Malikul Amin yang merupakan Pimpinan Alumni (PA) DPC GMNI Bangkalan, serta anggota pengurus dan kader GMNI lainnya.
Bisma Surya Mahardika, Ketua Komisariat GMNI Hukum UTM menyampaikan bahwa seminar ini sebagai inisiatif kritis jajaran pejabat teras DPK GMNI Hukum-UTM dalam rangka mengembalikan kekuatan gerakan perempuan dari degradasi yang ada.
Menurutnya, acara ini untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik tentang isu-isu perempuan dalam masyarakat, seperti diskriminasi gender, kekerasan terhadap perempuan, kesenjangan gender, dan hak-hak perempuan.
"Acara ini memberikan edukasi pengetahuan tentang dasar-dasar hak-hak perempuan, sejarah gerakan perempuan, serta tantangan dan peluang yang dihadapi oleh perempuan," ungkapnya Senin (6/11/2023).
Lebih lanjut, Bisma menekankan bahwa hal ini juga sebagai usaha memberdayakan perempuan.
"Ini juga sebagai usaha mendukung perempuan dalam memberikan bekal yang mencakup keterampilan baik dari pengetahuan, dan alat yang diperlukan bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi," terang mahasiswa semester 5 ini.
Bagi Bisma adanya seminar ini menjadi forum untuk mendiskusikan bagaimana GMNI dapat berkontribusi dalam mendorong kesetaraan gender.
"Banyak aktivis perempuan telah menjadi kekuatan penting dalam perubahan sosial dan politik di Indonesia. Termasuk mahasiswa GMNI, telah berperan aktif dalam berbagai gerakan perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Sehingga seminar ini menjadi wadah untuk merayakan peran perempuan dalam aktivisme dan untuk merencanakan langkah-langkah lebih lanjut yang siap melakukan pengadvokasian terhadap isu-isu kesetaraan gender, kekerasan seksual dan perlindungan-perlindungan hak perempuan, " jelasnya.
Sementara itu Septiarni Zagoto, Sekretaris Jendral Komisariat GMNI Hukum UTM menyampaikan seminar Gerakan Perempuan (Merekonstruksi Kembali Gerakan Perempuan) ini dapat membantu perempuan menjadi agen perubahan yang lebih efektif dalam masyarakat.
"Seminar ini sebagai cara penting untuk merayakan prestasi perempuan, mengingatkan kita akan perjuangan yang masih harus dihadapi, dan mendorong perubahan yang lebih positif dalam masyarakat lebih khususnya perempuan," pungkasnya.
Sebagai pemateri dalam seminar Gerakan Perempuan (Merekonstruksi Kembali Gerakan Perempuan) yang digelar oleh komisariat GMNI Hukum UTM adalah Sosiolog yang juga sebagai aktivis kesetaraan gender, Ahaddiini Hayyu Maahayaati, S.Sos, M.Sosio.
Ia menyampaikan penjelasan mengenai rekonstruksi pergerakan, " Dulu awal pergerakan perjuangan kaum perempuan berawal dari kemunculan gerakan sebagai wadah organisasi mengenai pembahasan permasalahan rumah tangga dan peningkatan kecakapan kaum perempuan. Sekarang berkembang tidak pada satu aspek, melainkan ke segala aspek," tuturnya.
Ahaddiini melanjutkan, perkembangan jaman menyadarkan kaum perempuan untuk turut melakukan perubahan konstruksi sosial dalam menghadapi arus globalisasi yang semakin lama semakin berkembang.
"Kini pergerakan kaum perempuan dengan membentuk dan mendirikan gerakan-gerakan emansipasi yang menyeru dan menuntut tegaknya kesetaraan gender guna menghilangkan diskriminasi yang terkonstruksi sistem patriarki yang menghambat perkembangan perempuan," imbuhnya.
Ia menyampaikan, untuk memahami kesetaraan gender sebagai konsep keadilan, terlebih dulu harus memahami dan mengerti makna gender sebagai sifat atau karakteristik yang melekat pada kaum perempuan maupun laki-laki yang terkonstruksi secara sosial maupun kultural yang dapat ditukar antar keduanya, serta sangkut paut hubungan antara gender, kesetaraan gender dan feminisme dalam pergerakan perempuan.
Founder Perempuan Bergerak by Hayy Maahayaa ini melanjutkan penjelasan mengenai rekonstruksi pergerakan.
"Untuk merekonstruksi pergerakan, hal yang harus dilakukan terlebih dulu adalah merekonstruksi diri, seperti menguatkan mental atas segala kemungkinan yang terjadi agar kuat dalam menghadapi segala kemungkinan beserta dampak terburuk yang terjadi, misal bentuk cacian atau kesewenangan lainnya," ucapnya.
Tidak hanya itu, Ahaddiini melanjutkan, dalam merekontruksi diri yang harus ditanamkan adalah dengan menanamkan keberanian untuk bersuara.
"Berani bersuara juga harus berani melawan. Bukan sebagai pemberontak, tetapi perihal melawan adalah sebagai perlindungan terhadap segala kemungkinan yang terjadi, praktik kekerasan atau pelecehan misalnya. Ini harus ditanamkan, karena saat ini banyak keberanian untuk bersuara, namun tidak berdaya ketika harus melawan. Harus berani menghadapi bukan menghindari atau malah melarikan diri dari segala realitas yang terjadi," tambahnya.
Ahaddiini memberikan strategi yang harus dilakukan untuk merekonstruksi pergerakan perempuan, adalah dengan melakukan pergerakan senyap.
"Dalam merekonstruksi pergerakan, dua hal yang harus dilakukan secara bersamaan, pertama adalah aksi nyata dan kedua adalah melakukan pergerakan senyap," tegasnya.
Pergerakan senyap yang disampaikan Ahaddiini adalah pergerakan diam-diam secara tersembunyi, tidak terlihat masyarakat luas ketika melakukan proses lobby dalam membangun sinergi atau keputusan politik demi terwujudnya tujuan pergerakan perempuan dalam rangka menegakan kesetaraan gender atas segala hak kaum perempuan.
Dalam merekonstruksi pergerakan perempuan, dibutuhkan pula dukungan dari berbagai pihak untuk mengubah konstruksi sosial di kalangan masyarakat agar tercipta perempuan-perempuan yang tangguh.
"Penegakan kesetaraan gender sebagai tujuan penting pergerakan perempuan tidak dapat dielakkan. Baik diskriminasi ataupun paradigma konservatif yang telah menjadi budaya atau kebiasaan perlahan harus dimusnahkan. Merekonstruksi pergerakan perempuan harus terus diupayakan dengan dukungan sekitar dan berbagai pihak lainnya agar kesetaraan gender tertanam juga dapat ditegakan menjadi paradigma pembangunan, guna mewujudkan negara yang berkeadilan atas segala hak setara bagi kaum perempuan," tutup feminis divisi pemberdayaan Famsos Unair ini. (*)
Apa Reaksi Anda?