Ricuh Demo Tolak UU TNI di Malang, Rektor UWG: Masyarakat Masih Trauma dengan Masa Lalu
Aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan gedung DPRD Kota Malang berakhir ricuh

TIMESINDONESIA, MALANG – Aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan gedung DPRD Kota Malang berakhir ricuh pada Minggu (23/3). Ratusan massa yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap UU tersebut.
Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi kerusuhan ketika terjadi bentrokan antara aparat dan massa aksi. Sebuah pos satpam terbakar, dan beberapa bagian gedung DPRD mengalami kerusakan akibat insiden tersebut.
Rektor Universitas Widya Gama (UWG) Malang, Dr. Anwar Cengkeng, SH., M.Hum., yang juga seorang pengamat hukum tata negara dan politik, menilai bahwa gelombang penolakan terhadap UU TNI mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kembalinya peran militer dalam kehidupan sipil.
"Gejolak yang terjadi ini menandakan bahwa rakyat masih trauma dengan masa lalu. Mereka khawatir UU TNI yang baru ini bisa membuka peluang bagi militer untuk kembali berperan dalam urusan sipil, sebagaimana dwi fungsi ABRI di era Orde Baru," ujarnya.
Selain di Malang, aksi serupa juga terjadi di beberapa kota lain, termasuk Surabaya, yang berujung pada penangkapan sejumlah demonstran. Di Malang, laporan menyebutkan adanya dugaan kekerasan terhadap posko tim medis oleh aparat, termasuk ancaman dan tindakan represif lainnya.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari DPRD Kota Malang terkait kerusuhan tersebut. Namun, Wakil Ketua DPRD Kota Malang disebut-sebut akan segera memberikan tanggapan mengenai situasi ini.
Aksi unjuk rasa yang berujung ricuh ini menunjukkan bahwa pembahasan dan pengesahan UU TNI masih menjadi isu sensitif bagi masyarakat, terutama mereka yang masih mengingat pengalaman militer dalam kehidupan sipil pada masa lalu. (*)
Apa Reaksi Anda?






