Menjaga Kearifan Lokal Suku Osing Dengan Mengenal Tujuh Warisan Budaya Tak Benda Banyuwangi
Suasana kebersamaan dan keberagaman budaya Suku Osing semakin terasa dalam kegiatan Dialog Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dan Kebudayaan yang digelar oleh Pe ...
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Suasana kebersamaan dan keberagaman budaya Suku Osing semakin terasa dalam kegiatan Dialog Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dan Kebudayaan yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Acara yang digeber di Aula Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi ini, merupakan langkah konkret dalam menindaklanjuti dukungan dari Direktorat Jendral Kebudayaan Kemendikbud Ristek, sebagaimana tertera dalam surat No 1778/F2/KB.07.11/2023.
Fokusnya adalah mendukung Gerak Budaya Wilayah Tapal Kuda untuk mendorong maestro dan seni budaya yang diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).
Gesah bareng kali ini, panggung menjadi milik beberapa maestro kesenian dan budaya Banyuwangi. Diantaranya, Maestro Gandrung Temu Misti, yang telah mengukir jejak panjang dalam dunia seni tari tradisional khusunya Gandrung. Kemudian, Maestro Janger Sugiyo, memberikan wawasan tentang kekayaan drama kolosal tradisionalnya.
Selain itu, Tokoh Adat Keboan Aliyan Bambang dan Pelestari Kitab Kuno Lontar Yusup, Wiwin Indarti, juga turut menyumbangkan pemikiran dan pengalaman mereka. Keberagaman pengetahuan yang mereka miliki menjadi penawar bagi pelestarian budaya lokal.
Ketua Pelaksana Galang Gerak Budaya Tapal Kuda di Banyuwangi, Dedy Wahyu Hernanda mengatakan, kegiatan ini adalah agenda Galang Gerak Budaya Tapal Kuda (GGBTK) yang diselenggarakan Kemendikbud Ristek berbagai kesenian dan budaya Banyuwangi dibedah.
Disisi lain, sebagai ajang untuk menggali nilai-nilai dan spirit di daerah Tapal Kuda. Utamanya tentang Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
"Tujuan dari kegiatan ini yakni mengangkat kembali ragam budaya yang lahir dari proses sosiohistoris masyarakat di kawasan Tapal Kuda," kata Dedy, Senin (20/11/2023).
Dedy menyampaikan, bahwa Banyuwangi memiliki tujuh WBTB yang sudah ditetapkan Kemendikbud, diantaranya Gandrung, Janger, Keboan Aliyan, lontar, tumpeng sewu, dan, Seblang, Rengganis. Karena itu, tujuh WBTB itu menjadi topik yang disajikan dalam GGBTK di Bumi Blambangan yang dimulai sejak tanggal 17 November lalu.
"Kegiatan ini sekaligus memberi ruang untuk maestro dan aktualisasi seni budaya yang telah ditetapkan sebagai WBTB. Mengenalkan kepada generasi muda di berbagai elemen. Dengan harapan bisa membangun kesadaran dari semua sektor," jelasnya.
Melalui GGBTK, dia berharap potensi yang dimiliki Banyuwangi bisa menjadi embrio dapat memperkokoh persatuan dari semua perbedaan dan keanekaragaman di Banyuwangi.
"Tantangan dari mempertahankan kebudayaan salaha satunya adalah sistem kaderisasi. Oleh sebabnya dengan kegiatan semacam ini diharapkan mampu memupuk kecintaan anak terhadap budaya di daerahnya," ujar Dedy.
Kegiatan yang dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri dari penggiat seni dan budaya, serta pelajar tingkat sekolah menengah atas ini tidak hanya menggali tentang budaya dan tradisi lokal saja, tapi juga membahas sebuah persoalan dan tantangan pelestarian budaya di kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. (*)
Apa Reaksi Anda?