Imam Malik dan Rasa Hormat Pada Nabi
Imam Malik adalah salah seorang ulama yang sangat mencintai kota Madinah. Beliau menyadari betul, kota Madinah adalah kota yang lama ditinggali oleh Nabi dan para sahabat ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Imam Malik adalah salah seorang ulama yang sangat mencintai kota Madinah. Beliau menyadari betul, kota Madinah adalah kota yang lama ditinggali oleh Nabi dan para sahabat yang mulia. Ditemukan beragam tempat dan situs yang menjadi bukti akan jejak hidup generasi terbaik ini. Salah satunya adalah makam Sang Pujaan, Nabi Muhammad SAW.
Ada sekian keterangan menyebutkan perihal bukti kecintaan Imam Malik terhadap kota Madinah. Salah satunya adalah, Imam Malik tidak pernah berjalan di atas bumi Madinah dengan alas kaki atau berkendara. Beliau memilih berjalan kaki dengan nyeker (tanpa alas kaki).
Hal ini beliau lakukan tidak lain adalah untuk memuliakan kota yang sangat sakral ini. Beliau paham betul bagaimana cara menghormati Nabi dan kota kesayangan beliau ini. Satu bukti lainnya adalah, beliau agak tidak suka ketika ada salah seorang muslim berkata, زرنا قبر النبي صلي الله عليه وسلم “Saya telah berziarah ke kuburan Nabi Muhammad.”
Beliau beranggapan, kata “kuburan” berkonotasi kurang baik. Karena kata tersebut bisa dipahami sebagai sesuatu yang ditinggalkan atau diabaikan. Tidak pantas jika tempat bersemayamnya Nabi dikatakan sebagai sesuatu yang dalam tanda kutip “ditinggalkan atau diabaikan.”
Apa yang Imam Malik jelaskan di atas bukan hanya omong kosong semata. Beliau berdalih, ada satu keterangan dari Nabi Muhammad sebagaimana صلوا في بيوتكم ولا تجعلوها قبوراً “Salatlah kalian di rumah yang kalian miliki. Dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai sesuatu yang terabaikan (tidak diperhatikan).”
Nah, dari sini muncul banyak riwayat yang hendak menjelaskan, maksud dari Imam Malik di atas. Salah satunya datang dari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, pemilik kitab paling fenomenal, Fathul Bari penjelas dari kitab Shahih Bukhari.
Beliau mengatakan: “Imam Malik kurang menyukai terhadap kata kubur di atas tidak lain adalah bentuk etika yang dimiliki oleh beliau terhadap Nabi. Apa yang beliau utarakan ini bukan berarti beliau tidak suka kalau ada seseorang yang berziarah ke makam Nabi. Karena beliau juga paham betul bahwa ziarah ke makam Nabi adalah salah satu bentuk amal yang paling mulia.”
Tidak hanya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Imran juga ikut nimbrung dalam masalah ini. Menurut beliau, Imam Malik tidak suka ketika ada seseorang berkata, “Saya telah berkunjung ke kuburan Nabi” karena ada satu alasan. Alasan tersebut adalah sebagaimana keterangan “Masyarakat biasa menggunakan kata tersebut (kubur) untuk tempat bersemayamnya orang biasa yang meninggal dunia. Nah, Imam Malik itu tidak suka ketika masyarakat menyamakan kualitas tempat bersemayamnya Nabi dengan tempat bersemayamnya orang biasa.”
Nah, dari sini bisa kita simpulkan. Pertama, Imam Malik itu sangat menjaga etika dan adab terhadap Nabi. Kedua, Imam Malik itu tidak mengatakan bahwa beliau itu tidak suka ketika ada seseorang yang berziarah ke makam Nabi. Yang beliau titik tekankan adalah bukan perihal ziarahnya. Namun ketika ada seseorang yang berkata, “kubur” dan ditunjukkan ke tempat bersemayamnya Nabi, maka hal ini yang menurut beliau kurang tepat. Jelas, ya?
***
*) Oleh: Moch Vicky SH, Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Apa Reaksi Anda?