Gelapkan Dana Hibah APBD Rp2,5 Miliar, Imam Triyanto Mantan Ketua KONI Kudus Dibui
Mantan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kudus periode 2021-2025 yakni Imam Triyanto, akhirnya dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) ...
TIMESINDONESIA, KUDUS – Mantan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kudus periode 2021-2025 yakni Imam Triyanto, akhirnya dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus. Kasus korupsi tersebut menjeratnya, setelah ia diduga melakukan penggelapan Dana Hibah KONI senilai miliaran Rupiah untuk membayar hutang-hutang pribadi.
Usai ditetapkan tersangka oleh Kejari Kudus pada Jumat petang (15/12/2023), tersangka langsung ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kudus. Tersangka IT terjerat kasus dugaan penggelapan dana hibah dalam bentuk LPJ fiktif anggaran KONI 2021 hingga 2022. Selain itu, dugaan penggelapan anggaran KONI 2023 terkait pelaksanaan Pekan Olahraga Provinsi (Poprov) Jateng.
Dalam perjalanannya, tersangka IT sempat mengundurkan diri sebagai ketua KONI Kudus bersamaan dengan terendusnya kasus korupsi oleh pihak Kejari setempat pada Mei 2023. Dari kasus tersebut, pihak Kejari telah meminta keterangan sebanyak 68 saksi yang melibatkan para pengurus KONI, atlet dan vendor kegiatan.
Dari proses penyelidikan dan penyidikan yang panjang, akhirnya Kejari Kudus berhasil menetapkan IT sebagai tersangka atas kasus dugaan penyelewengan dana hibah KONI dengan nilai kerugian sekitar Rp2,57 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Kudus Henriyadi W. Putro mengatakan, kerugian negara senilai Rp2,57 miliar meliputi kerugian negara pada tahun anggaran 2022 sebesar Rp1,6 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp971 miliar. Sedangkan pada tahun anggaran 2022 KONI Kudus menerima dana hibah dari Pemkab Kudus sebesar Rp10,9 miliar.
“Penetapan tersangka terhadap Ketua KONI Kudus periode 2021-2025 sesuai Surat Keputusan (SK) KONI Jateng per Jumat hari ini dan tersangka juga dilakukan penahanan dan dititipkan di Rutan Kelas II B Kudus.,” ujar Henriyadi W. Putro kepada para wartawan, Sabtu (16/11/2023).
Henriyadi W Putro mengatakan, permasalahan tersebut berawal saat KONI Kudus mendapatkan dana hibah dari Pemkab Kudus tahun anggaran 2022. KONI setempat menerima transfer dana dari APBD Kudus sebesar Rp 8,4 miliar dan ditambah dari APBD Perubahan sebesar Rp 2,5 miliar.
Kemudian dana hibah KONI tersebut dicairkan secara tunai oleh seseorang yang diperintah Imam Triyanto sebesar Rp 5 miliar dan diserahkan kepadanya. Transaksi mencurigakan tersebut terjadi pada 14 Maret 2022.
Setelah menerima uang tunai, kata Henriyadi, IT menggunakan uang tersebut tidak sesuai dengan Rencana Penggunaan Dana pada Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“Dimana sesuai perjanjian, dana hibah seharusnya didistribusikan untuk para pengurus cabang olahraga (pengcab) di Kudus. Namun oleh tersangka diduga digunakan untuk pembayaran hutang pribadi,” tuturnya.
Aroma busuk mulai tercium, saat tersangka menyalurkan anggaran kepada Pengcab Ikatan Sepeda Seluruh Indonesia (ISSI) Rp90 juta. Oleh tersangka, dana pembinaan hanya diberikan hanya Rp70 juta saja. Sedangkan sisanya sebanyak Rp20 juta, diminta tersangka untuk kepentingan pribadi.
Tak berhenti begitu saja. Kasus serupa juga menimpa Pengcab Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kudus. Seharusnya Pengcab yang menaungi pembinaan atlet panjat tebing ini menerima dana Rp75 juta. Namun lagi-lagi hanya meneriam Rp45 juta dari tersangka.
Kasus penyalahgunaan dana hibah KONI Kudus pun terus berlanjut. Yakni pada tahun anggaran 2023, KONI Kudus kembali menerima dana hibah dari APBD Kudus Rp9 miliar. Dana miliaran Rupiah ini diperuntukkan untuk pengadaan perlengkapan kontingen Porprov 2023 sebesar Rp971,5 juta dan katering sebesar Rp528,57 juta.
Tragisnya lagi, tersangka melanggar aturan pengadaan barang dan jasa yakni tanpa melalui lelang terkait pengadaan perlengkapan kontingen Porprov dan catering. Tersangka nekat melakukan penunjukan langsung kepada pihak ketiga tanpa melalui proses tender.
Kemudian pihak ketiga yang diminta menyiapkan kaos tim sebanyak 500 paket, ternyata hanya memenuhi 50 paket saja. Sedangkan untuk katering makanan yang diserahkan kepada dua pihak, ternyata uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi dan membayar hutang tersangka.
Atas perbuatannya, tersangka IT tersangka dijerat pasal primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara selama minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, ditambah pasal subsider pasal 3 dengan ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar. (*)
Apa Reaksi Anda?