Dosen Ubaya Jelaskan Efektivitas Obat Tergantung Genetik
Dosis obat seringkali menjadi pertanyaan masyarakat ketika dinilai kurang ampuh untuk mengatasi penyakit. Bahkan, tak jarang menimbulkan spekulasi bahwa suatu obat hanya cocok pada orang tertentu.
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dosis obat seringkali menjadi pertanyaan masyarakat ketika dinilai kurang ampuh untuk mengatasi penyakit. Bahkan, tak jarang menimbulkan spekulasi bahwa suatu obat hanya cocok pada orang tertentu.
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya), Dr. apt. Fauna Herawati, M.Farm-Klin., mengatakan bahwa hal tersebut dapat dijelaskan secara farmakokinetik.
Fauna menyebut, variasi genetik bisa mempengaruhi jumlah dan ketersediaan enzim-enzim yang memetabolisme obat di hati. Salah satunya yang terkenal adalah enzim Sitokrom P450.
Enzim ini memiliki tugas untuk menguraikan obat agar dapat dicerna dan masuk ke dalam saluran sistematik hingga memberikan efek bagi tubuh.
Ada kelompok orang yang memiliki cukup banyak enzim Sitokrom 450. Sehingga, proses peruraian obat jadi lebih cepat dan berakibat pada tingkat efektivitas obat yang berkurang. Sedangkan, orang yang memiliki sedikit enzim ini menyebabkan proses peruraian obat menjadi lebih lambat.
“Hal ini mengakibatkan obat dapat menumpuk di darah, meskipun dosis obat yang dikonsumsi tetap. Penumpukan obat tersebut, jika melewati batas ambang kadar aman, akan menjadi toxic dan berbahaya bagi tubuh,” ujarnya.
Selain itu, setiap obat memiliki indeks terapi yang menentukan kapan obat tersebut memberikan efek toxic atau tidak. Sebutannya adalah indeks terapi lebar dan sempit.
“Contohnya antibiotik itu indeksnya lebar. Jadi kadang-kadang untuk infeksi yang ringan dosisnya 500mg. Untuk infeksi yang lebih berat di dua kali lipatkan dosisnya tidak apa-apa,” imbuh Ketua Program Studi Magister Ilmu Farmasi Ubaya itu.
Konsumsi obat dan makanan tertentu serta merokok dapat mempengaruhi jumlah enzim Sitokrom P450 dalam tubuh. Maka penggunaan obat keras tidak bisa sembarangan dan wajib menggunakan resep dokter.
Sedangkan, untuk kebanyakan obat yang dijual secara bebas di apotek merupakan obat yang aman dikonsumsi berapapun jumlah enzim Sitokrom P450 dalam tubuh.
“Jadi sebaiknya tanya apoteker apakah ada interaksi obat sehingga tidak menimbulkan efek yang parah,” pungkasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?