Biaya Wisuda Jadi Beban, FSGI: Kemendikbud Harus Buat Aturan Tegas

Kontroversi mengenai biaya wisuda bagi lulusan jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA/SMK telah memunculkan pandangan dari Federasi Serikat Guru Indone ...

Juni 21, 2023 - 19:20
Biaya Wisuda Jadi Beban, FSGI: Kemendikbud Harus Buat Aturan Tegas

TIMESINDONESIA, MALANG – Kontroversi mengenai biaya wisuda bagi lulusan jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA/SMK telah memunculkan pandangan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebuah organisasi profesi guru.

FSGI mengungkapkan bahwa belum ada regulasi resmi dari pemerintah atau kementerian terkait yang mengatur pelaksanaan seremoni wisuda dari TK hingga SMA/SMK.

"Hingga saat ini, belum ada peraturan resmi dari pemerintah atau kementerian terkait tentang pelaksanaan seremoni kegiatan wisuda mulai dari TK, SD hingga SMA bahkan Perguruan Tinggi (PT), yang ada sementara ini hanya ketentuan dari pimpinan lembaga pendidikan seperti kepala sekolah/madrasah atau Rektor itupun atas persetujuan orang tua, dan bersifat tidak wajib," kata FSGI, Rabu (21/6/2023).

Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI, menambahkan bahwa biaya wisuda telah menjadi beban bagi orangtua selama bertahun-tahun terakhir.

"Sebagian masyarakat menganggap wisuda adalah baik bagi motivasi anaknya, tapi disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa wisuda dianggap sebagai beban biaya ekstra bagi sebagian orang tua," kata Retno.

Retno mengungkapkan siswa harus bayar biaya wisuda dan uang foto. Belum lagi anak harus ke salon, membuat kebaya/jas. Seluruh biaya itu tidak sedikit dan memberatkan para orangtua, terutama yang tidak mampu. Hal inilah yang kerap memicu pengaduan pungli dari masyarakat.

FSGI mendorong sekolah/madrasah untuk mempertimbangkan dengan bijak manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda. FSGI menghimbau sekolah/Madrasah agar mempertimbangkan secara lebih cermat dan bijak terkait manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda.

"Semisal wisuda tetap dilaksanakan tetapi dapat disederhanakan dari prosesi, pakaian, dan perlengkapannya," ujar Retno.

FSGI juga mengajak masyarakat, khususnya orang tua, untuk lebih bijak dalam mengikuti tren wisuda. FSGI juga mengajak masyarakat khususnya para orang tua agar lebih bijaksana dalam mengikuti trend wisuda.

"Trend wisuda bukan sesuatu yang wajib maka orang tua dapat mempertimbangkan sisi positif negatifnya," tambah Retno.

Selain itu, FSGI mendorong pemerintah agar lebih peka dalam menyikapi isu wisuda. Retno mendorong pemerintah agar lebih sensitif dalam hal menyikapi wisuda. Menteri Nadiem dapat membuat surat edaran yang berpedoman pada aturan yang sudah ada, misalnya Permendikbudristek No 50 Tahun 2022 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi siswa Jenjang SD hingga SMA, yang kemudian merujuk atau mengatur seragam atau pakaian wisuda.

FSGI berpendapat bahwa wisuda dapat dilakukan hanya dengan menggunakan seragam khas sekolah yang telah dimiliki siswa. Setidaknya, Kemdikbud dapat mengeluarkan edaran yang menyatakan bahwa wisuda tidak wajib, sehingga sekolah tidak membuat program wisuda yang seolah-olah wajib dan orang tua meyakini bahwa kegiatan tersebut tidak berhubungan dengan kebijakan pemerintah.

Dalam Permendikbudristek 50/2022, terdapat ketentuan penggunaan pakaian adat di sekolah sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya daerah/sekolah yang menganggap pakaian adat sebagai seragam sekolah. Oleh karena itu, penambahan pakaian wisuda atau seremoni pelepasan siswa yang lulus dianggap beralasan.

Luluk Dwi Kumalasari, Kaprodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), memberikan pandangannya mengenai perbedaan persepsi antara wisuda di perguruan tinggi dengan jenjang TK, SD, SMP, dan SMA.

"Masyarakat umum memaklumi dan dengan senang hati menerima adanya wisuda di tingkat perguruan tinggi, karena wisuda dimaknai sebagai jenjang pendidikan tinggi dan akhir dalam menuju tahap bekerja. Setelah lulus perguruan tinggi, maka para orang tua tidak berpikir lagi dan tidak berusaha payah lagi untuk menyiapkan atau mengeluarkan uang/biaya untuk tahap selanjutnya... karena anak akan bekerja," jelasnya.

Dalam persepsi masyarakat, wisuda di tingkat perguruan tinggi dianggap sebagai suatu keharusan dan momen yang patut dirayakan. Namun, wisuda di jenjang TK, SD, SMP, dan SMA sebelumnya tidak dianggap sebagai tahap akhir pendidikan, sehingga tidak dianggap penting adanya wisuda di jenjang-jenjang tersebut.

Siami, Kepala SMP Negeri 3 Kepanjen, mengungkapkan bahwa acara wisuda di Hotel Grand Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, telah meluluskan 281 siswa. Dia berharap pelaksanaan wisuda dan kualitas kelulusannya akan lebih baik daripada sebelumnya. Siami juga berharap agar semua siswa yang lulus tahun ini dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tingg

Biaya Wisuda Menjadi Beban Orangtua, FSGI Mendorong Kemendikbudristek untuk Membuat Aturan yang Tegas

MALANG - Kontroversi mengenai biaya wisuda bagi lulusan jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA/SMK telah memunculkan pandangan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebuah organisasi profesi guru. FSGI mengungkapkan bahwa belum ada regulasi resmi dari pemerintah atau kementerian terkait yang mengatur pelaksanaan seremoni wisuda dari TK hingga SMA/SMK.

"Hingga saat ini, belum ada peraturan resmi dari pemerintah atau kementerian terkait tentang pelaksanaan seremoni kegiatan wisuda mulai dari TK, SD hingga SMA bahkan Perguruan Tinggi (PT), yang ada sementara ini hanya ketentuan dari pimpinan lembaga pendidikan seperti kepala sekolah/madrasah atau Rektor itupun atas persetujuan orang tua, dan bersifat tidak wajib," tegas FSGI.

Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI, menambahkan bahwa biaya wisuda telah menjadi beban bagi orangtua selama bertahun-tahun terakhir. "Sebagian masyarakat menganggap wisuda adalah baik bagi motivasi anaknya, tapi disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa wisuda dianggap sebagai beban biaya ekstra bagi sebagian orang tua. Karena harus bayar biaya wisuda dan uang foto. Belum lagi anak harus ke salon, membuat kebaya/jas. Seluruh biaya itu tidak sedikit dan memberatkan para orangtua, terutama yang tidak mampu. Hal inilah yang kerap memicu pengaduan pungli dari masyarakat," ungkapnya.

FSGI mendorong sekolah/madrasah untuk mempertimbangkan dengan bijak manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda. "FSGI menghimbau sekolah/Madrasah agar mempertimbangkan secara lebih cermat dan bijak terkait manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda. Semisal wisuda tetap dilaksanakan tetapi dapat disederhanakan dari prosesi, pakaian, dan perlengkapannya," ujar FSGI.

FSGI juga mengajak masyarakat, khususnya orang tua, untuk lebih bijak dalam mengikuti tren wisuda. "FSGI juga mengajak masyarakat khususnya para orang tua agar lebih bijaksana dalam mengikuti trend wisuda, karena bukan sesuatu yang wajib maka orang tua dapat mempertimbangkan sisi positif negatifnya," tambah FSGI.

Selain itu, FSGI mendorong pemerintah agar lebih peka dalam menyikapi isu wisuda. "Mendorong pemerintah agar lebih sensitif dalam hal menyikapi wisuda. Menteri Nadiem dapat membuat surat edaran yang berpedoman pada aturan yang sudah ada, misalnya Permendikbudristek No 50 Tahun 2022 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi siswa Jenjang SD hingga SMA, yang kemudian merujuk atau mengatur seragam atau pakaian wisuda," ucap FSGI.

FSGI berpendapat bahwa wisuda dapat dilakukan hanya dengan menggunakan seragam khas sekolah yang telah dimiliki siswa. Setidaknya, Kemdikbud dapat mengeluarkan edaran yang menyatakan bahwa wisuda tidak wajib, sehingga sekolah tidak membuat program wisuda yang seolah-olah wajib dan orang tua meyakini bahwa kegiatan tersebut tidak berhubungan dengan kebijakan pemerintah.

Dalam Permendikbudristek 50/2022, terdapat ketentuan penggunaan pakaian adat di sekolah sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya daerah/sekolah yang menganggap pakaian adat sebagai seragam sekolah. Oleh karena itu, penambahan pakaian wisuda atau seremoni pelepasan siswa yang lulus dianggap beralasan.

Luluk Dwi Kumalasari, Kaprodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), memberikan pandangannya mengenai perbedaan persepsi antara wisuda di perguruan tinggi dengan jenjang TK, SD, SMP, dan SMA. "Masyarakat umum memaklumi dan dengan senang hati menerima adanya wisuda di tingkat perguruan tinggi, karena wisuda dimaknai sebagai jenjang pendidikan tinggi dan akhir dalam menuju tahap bekerja. Setelah lulus perguruan tinggi, maka para orang tua tidak berpikir lagi dan tidak berusaha payah lagi untuk menyiapkan atau mengeluarkan uang/biaya untuk tahap selanjutnya... karena anak akan bekerja," jelasnya.

Dalam persepsi masyarakat, wisuda di tingkat perguruan tinggi dianggap sebagai suatu keharusan dan momen yang patut dirayakan. Namun, wisuda di jenjang TK, SD, SMP, dan SMA sebelumnya tidak dianggap sebagai tahap akhir pendidikan, sehingga tidak dianggap penting adanya wisuda di jenjang-jenjang tersebut.

Siami, Kepala SMP Negeri 3 Kepanjen, mengungkapkan bahwa acara wisuda di Hotel Grand Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, telah meluluskan 281 siswa. Dia berharap pelaksanaan wisuda dan kualitas kelulusannya akan lebih baik daripada sebelumnya. Siami juga berharap agar semua siswa yang lulus tahun ini dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (d)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow