Banyak Akademisi Masuk Dalam Tim Kampanye Capres, Begini Kata Pakar Politik UB
Saat ini banyak Akademisi atau bahkan pentolan Universitas yang masuk dalam tim kampanye, tim pemenangan, atau tim sukses seorang calon presiden, calon legislatif, atau y ...
TIMESINDONESIA, MALANG – Saat ini banyak Akademisi atau bahkan pentolan Universitas yang masuk dalam tim kampanye, tim pemenangan, atau tim sukses seorang calon presiden, calon legislatif, atau yang lainya. Fenomena ini ibarat pisau bermata dua. Akademisi bisa menjadi pendorong pelaksanaan kampanye yang lebih sehat, sistematis, dan terukur, sesuai denga kepakaranya, atau malah akademisi tersebut terjebak dalam politik praktis.
Menanggapi hal ini, Pakar Politik dari Universitas Brawijaya (UB) Andhyka Muttaqin mengatakan, terkait dengan fenomena akademisi masuk tim pemenangan, tim kampanye atau tim lainya, dia membedakan menjadi dua kategori.
Kategori pertama yakni akademisi masuk tim kampanye sebagai pakar atau rujukan secara akademik. Apabila peran yang diambil memang seperti itu, maka menurutnya hal itu sah saja dilakukan oleh seorang seorang akademisi.
"Kategori yang pertama sebagai konsultan, sebagai ahli ,sebagai pakar. Nah itu menurut saya sah-sah saja. Jadi siapapun, baik pemerintah, swasta, bahkan partai politik, Capres atau Caleg memanfaatkan perguruan tinggi sebagai kawah Candradimuka, sebagai kolamnya ilmu pengetahuan maka dimanfaatkan siapapun boleh," ucapnya.
Sehingga menurutnya para profesor, dosen, atau tenaga pendidik lain lazim saja masuk dalam tim kampanye atau tim yang lainya apabila memang masih dalam konteks untuk memberikan masukan atau rekomendasi kepada salah satu paslon agar kampanyenya yang mereka lakukan lebih terarah, segmentasinya benar, langkah strategisnya benar, dan yang lainya.
"Dalam konteks ini saya setuju agar juga tidak ada kampanye hitam, tidak melakukan hal-hal yang yang kurang baik," ujarnya.
Dosen Fakultas Ilmu Administrasi UB itu melanjutkan, kategori yang kedua, dan yang menurutnya kurang pas dilakukan oleh akademisi yakni menjadi Tim Sukses seorang capres, caleg, atau calon yang lainya.
"Dalam kategori yang kedua ini sebagai tim sukses, ini menurut saya kurang pas ya. Karena kalau dalam bahasa saya adalah melukai perguruan tinggi. Karena terlibat dalam politik praktis, berafiliasi nah menurut saya kurang kurang pas," ujarnya.
Terlebih lagi, apabila dalam kesepakatannya sudah ada deal-deal an apa yang nanti akan didapatkan akademisi tersebut apabila calon yang didukung menang.
"Masuk dalam politik praktis. Apalagi ada deal-deal tentang nanti kalau jadi, jadi menteri dan lain sebagainya ini menurut saya kurang kurang pas ya. Apalagi di perguruan tinggi negeri yang akademisinya itu adalah ASN. sudah jelas aturan mainnya, jelas harus netral dalam perpolitikanya. tidak berafiliasi," jelasnya.
Sehingga dia pun mengingatkan kepada para akademisi agar jangan sampai terlibat dalam politik praktis. Karena hal itu akan merusak marwah lembaga pendidikan itu sendiri.
"Ya walaupun di dunia ini kan tidak ada yang netral. Pasti ada kecenderungan. Tapi sebagai akademisi harus pintar menempatkan diri. Jangan terjebak dengan dengan politik praktis. Wibawa akademis itu harus dijaga," pungkasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?