Band ‘Bukan Studio Rima’ Suguhkan Kritik di Sastra Jamming 2024

Keleluasaan dalam menyampaikan kritik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Ekspresi itu dapat mengalir, menguar, dan meledak melalui berbagai medium. Salah satuny ...

Februari 26, 2024 - 13:30
Band ‘Bukan Studio Rima’ Suguhkan Kritik di Sastra Jamming 2024

TIMESINDONESIA, MALANG – Keleluasaan dalam menyampaikan kritik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Ekspresi itu dapat mengalir, menguar, dan meledak melalui berbagai medium. Salah satunya lewat musik. Band ‘Bukan Studio Rima’ berhasil menyampaikan ekspresi dan kritiknya melalui musik di acara Sastra Jamming Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) Jumat (23/02/2024). 

Acara itu diselenggarakan oleh BEM Fakultas Sastra UM dalam rangka pelantikan ketua baru secara kultural sekaligus wadah apresiasi talenta mahasiswa FS. Sastra Jamming 2024 diselenggarakan di area sekretariat ormawa Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang dan dibuka pukul 15.30 WIB.

Pada acara tesebut, Bukan Studio Rima menampilkan tiga buah lagu, dengan urutan Konservasi Konflik dari band Sisir Tanah, Putih dari Efek Rumah Kaca, dan Watcher of the Wall karya .Feast dan Oscar Lolang. Susunan tiga buah lagu tersebut bukan tanpa alasan. Ada gambaran khusus yang ingin disampaikan oleh Bukan Studio Rima. 

“Tiga urutan lagu ini seperti tsunami, gempa dulu, tenang, lalu kemudian muncul ombak besar,” ungkap Azarya Pratama, salah satu personel Bukan Studio Rima ketika diwawancarai di tengah keseruan acara.

Imaji yang diciptakan tsunami apabila dikaitkan dengan lagu yang ditampilkan,  seperti strategi serangan kritik yang dinamis dan menipu. Ada semacam efek emosi naik-turun dan kejutan. 

“Tiga penampilan lagu ini saling berkesinambungan,” kata Azarya. Ia menjelaskan bahwa lagu-lagu tersebut menggambarkan betapa kompleks masalah yang saat ini terjadi. Mulai dari konflik ekologi, konflik sosial, hingga konflik politik. 

“Yang pertama lagu konservasi konflik, itu menggambarkan kegeraman dengan kondisi saat ini. Makannya tadi ada (lirik) ‘aktivis dibunuh’ dan sejenisnya,” terang Azarya. Lagu tersebut, lanjut Azarya, terbilang lagu yang kompleks, sebab menggambarkan konflik ekologi dan konflik sosial. 

Lagu kedua adalah Putih milik Efek Rumah Kaca. Bagi Bukan Studio Rima, Putih adalah lagu kematian. Misi dibawakannya lagu tersebut salah satunya menyampaikan kabar bahwa ada banyak sosok yang peduli akan konflik sengaja dibunuh. Sementara lagu Watcher of The Wall dibawakan untuk menyindir ketidakpedulian orang-orang terhadap masalah di sekitarnya. Terutama problem yang menyangkut banyak nyawa. 

Sebenarnya, nama Bukan Studio Rima dipilih atas dasar kebingungan dalam memilih nama yang pas. Sementara itu, salah satu personelnya yaitu Azarya memiliki nama panggung Studio Rima. Akhirnya secara sederhana nama Bukan Studio Rima dipilih dalam arti untuk menyatakan band ini bukan hanya terdiri atas Studio Rima atau Azarya saja. 

Pada penampilan di Sastra Jamming, Bukan Studio Rima membawa lima personelnya, yaitu Azarya Pratama, Iqbal, Rian, Ahmad Ferdio, dan Alberta. Tiap personel memiliki spesialisasinya masing-masing, kemudian diramu menjadi satu dan melahirkan penampilan yang epik. Kompleksitas dari penampilan Bukan Studio Rima malam itu juga representatif dari pesan yang ingin mereka sampaikan tentang konflik pelik di Indonesia. 

Berbeda dengan penampilan pada umumnya yang mengharapkan antusiasme penonton, Studio Rima cenderung cuek. Bisa dibilang penampilan Studio Rima adalah suatu suguhan yang egois, sebab mereka tidak memusingkan soal kemeriahan acara. Memilih lagu yang mereka akui tidak banyak diketahui oleh audiens malam itu. Mereka hanya fokus menampilkan lagu-lagu untuk menyuarakan keprihatinan. Namun, keegoisan ini adalah cara untuk melawan keegoisan lain, yaitu sikap apatis masyarakat terhadap banyaknya konflik yang sedang melanda negeri. 

Di akhir wawancara, Azarya sebagai bagian dari Fakultas Sastra UM menyampaikan harapannya tentang upaya yang bisa dilakukan mahasiswa FS dalam bersuara. “Kami (mahasiswa Fakultas Sastra) mengkritik lewat tulisan. Jadi performance semacam ini men-trigger atau mestimulus mereka untuk mengkritik lewat tulisan dan lagu,” kata Azarya. (*) 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow