Bambang Haryo Sebut Standar Keselamatan Kapal Ferry di Atas Standar Internasional
Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Soekartono
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah untuk tidak menilai aturan keselamatan angkutan ferry dibawah standarisasi dengan adanya penilaian Internasional Maritim Organization (IMO) terhadap Indonesia.
Di mana menurut IMO, Indonesia dimasukkan dalam jajaran negara dengan keselamatan yang rendah bersama Bangladesh dan Filipina sebagai negara berkembang secara global.
Menurut Anggota DPR-RI periode 2014-2019 itu, parameter keselamatan yang disematkan IMO bukanlah kesalahan dari perusahaan pelayaran yang tergabung dalam asosiasi terutama GAPASDAP.
Karena, untuk keselamatan ini GAPASDAP sudah merativikasi aturan International yaitu SOLAS (Safety Of Life At Sea).
Menurut BHS, sekarang ini ada regulasi non konvensi yang diadopsi oleh Indonesia tetapi malah diatas dari aturan regulasi SOLAS atau malah cenderung highly regulated dan mengacu kepada aturan Australia yang di atas aturan SOLAS.
Bahkan beberapa negara maju menggunakan aturan non konvensi di bawah SOLAS. Seperti misalnya Jepang dengan menggunakan Japanese Government, Kanada dengan Goverment of Canada dan Filiphina dengan Marina Philipine Goverment untuk transportasi domestik lautnya. Demikian juga beberapa negara kepulauan lainnya.
"Sementara Indonesia mengacu pada aturan konvensi SOLAS dan bahkan non-konvensi yang jauh di atas aturan SOLAS untuk aturan domestiknya," kata pemilik sapaan akrab BHS tersebut di Yogyakarta, Kamis (20/7/2023).
Dikatakan oleh Alumni ITS Perkapalan ini, aturan konvensi itu juga telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pelayaran laut di bawah asosiasi INSA dan asosiasi PELRA. Dan semua kapal kapal dibawah asosiasi asosiasi tersebut telah terdaftar di IMO (International Maritim Organization) dan mengacu pada aturan SOLAS.
"Untuk diketahui di luar daripada anggota asosiasi-asosiasi pelayaran tersebut, ternyata masih banyak kapal-kapal yang belum terdaftar di IMO sehingga mereka tidak menggunakan aturan SOLAS dan bahkan tidak dikelaskan di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Walaupun, mereka berlayar di Indonesia, itulah yang sebenarnya keselamatannya yang di bawah standarisasi yang juga menjadi penilaian IMO," sambungnya.
Bambang menyebutkan, di Indonesia hanya ada 13 ribu kapal yang terdaftar di IMO sesuai dengan data UNCTAD 2022.
Termasuk di dalamnya adalah semua kapal kapal ferry yang ada di Indonesia. Sedangkan jumlah kapal yang terdaftar di Kementerian Perhubungan dan Kementerian KKP ada 82 ribu kapal (Data Dehbub 2019) termasuk 13 ribu Kapal yang tercatat di IMO.
"Sisanya lebih dari 60 ribu kapal tidak terdaftar di IMO, sehingga untuk melakukan pendaftaran, semua kapal kapal di Indonesia yang belum terdaftar di IMO, itu adalah tugas daripada pemerintah," tandasnya.
Demikian juga klasifikasi yang mengatur aturan keselamatan yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) hanya baru bisa mendaftarkan kapal kapal di Indonesia jumlahnya sekitar 40 ribu kapal. Termasuk di dalamnya adalah semua kapal ferry yang ada di Indonesia.
Inilah yang mengakibatkan penilaian IMO di Indonesia terhadap semua kapal-kapal yang ada di Indonesia masuk dalam kategori penilaian yang rendah dari dunia internasional.
Ditambah, lanjut Bamang Haryo, Biro Klasifikasi Indonesia hingga saat ini masih belum diakui oleh dunia pelayaran Internasional karena belum menjadi mamber IACS (International Association of Classification Societies), sehingga Klasifikasi Indonesia yang di wajibkan oleh UU 17 tentang Pelayaran belum memenuhi syarat untuk kepentingan internasional.
Ia menyebut ini menjadi salah satu pertimbangan dan pernilaian internasional termasuk IMO.
Karena, angkutan ferry di Indonesia sudah mengacu kepada aturan keselamatan internasional yang tertinggi, maka Bambang Haryo berharap seharusnya pemerintah bersama seluruh asosiasi pengusaha pelayaran mensosialisasikan kepada masyarakat baik domestik maupun Internasional.
Yaitu sosialisasi tentang aturan keselamatan di angkutan ferry sudah sangat baik dan jauh lebih baik daripada aturan keselamatan yang ada di negara-negara maju.
"Tentunya akan juga mempengaruhi penilaian asuransi terhadap industri angkutan ferry di Indonesia, sehingga akan berdampak terhadap besaran nilai premi dan cover dari asuransi tersebut," ucap Bambang Haryo Soekartono. (*)
Apa Reaksi Anda?