5 Gerakan Menuju Kedaulatan Pangan Nusantara

Setidaknya ada lima gerakan yang harus dilakukan agar Indonesia bisa meraih kedaulatan pangan nusantara. Formula tersebut, dikemukakan oleh Guru ...

April 11, 2023 - 06:00
5 Gerakan Menuju Kedaulatan Pangan Nusantara

TIMESINDONESIA, MALANG – Setidaknya ada lima gerakan yang harus dilakukan agar Indonesia bisa meraih kedaulatan pangan nusantara. Formula tersebut, dikemukakan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus DAA., DEA dalam acara Seminar Nasional dengan Tema “Dialog Kedaulatan Pangan dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045”, yang diadakan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB), Senin (10/4/2023).

Prof Ali menerangkan, 5 gerakan tersebut yakni; yang pertama adalah komitmen politik dan sinergitas kebijakan pangan yang berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. 

"Semua ini diatur oleh kemauan politik. Regulasi dan turunanya sehingga kalau tidak ada komitmen politik, percuma. Kita punya undang-undang banyak tapi komitmen untuk mengimplementasikan kalau tidak diiringi oleh kesungguhan, tidak bermakna," ucapnya.

Imbas dari tidak berjalanya komitmen politik dan sinergitas kebijakan, adalah keluarnya kebijakan yang merugikan masyarakat. Utamanya dalam hal ini adalah petani. Pihaknya memberikan contoh, pemerintah masih sering melakukan impor beras dalam jumlah yang sangat besar, di bulan dimana petani Indonesia sedang melangsungkan panen raya. 

"Dan itu sering terjadi, ketika panen raya, keran impor dibuka, sehingga harga beras petani anjlok. Sebenarnya yang diuntungkan adalah para pedagang. Petani gigit jari," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah boleh saja melakukan impor beras jika memang stok dari dalam negeri tidak mencukupi. Dan pelaksanaan impornya, tidak bersamaan dengan panen raya yang dilakukan petani. 

"Harusnya kalau mau mengimpor itu ya waktu fase tidak panen raya. Karena sistem pertanian kita itu panennya seusai dengan musim. Jadi harus ada komitmen politik dari atas sampai bawah, dan sinergitas kebijakan untuk urusan pangan," tegas Prof Ali. 

Gerakan kedua yakni dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan air untuk produksi pangan. 

Caranya yakni dengan tidak membiarkan sebuah lahan menganggur atau tidak produktif. Selain itu keberadaan air juga harus dioptimalkan. 

"Dengan jumlah penduduk Indonesia 250 juta jiwa, lahan pertanian yang tersedia saat ini itu hanya 26,5 juta hektar. Kalau dibagi dengan jumlah penduduk, setara dengan 270 meter persegi perkapita. Tahun yang akan datang bisa lebih turun lagi," terangnya.

Ketiga yakni kemandirian proses produksi pangan. Untuk bisa mandiri, Prof Ali menyebut ada dua hal yang menjadi kunci utama. Yakni penguasaan bibit dan pupuk. "Kalau kita sukses menguasai pembibitan, kemudian diikuti oleh pupuk dan pakan, insyaallah bisa mandiri," imbuhnya.

Selanjutnya, atau yang keempat, yakni pembudayaan pola konsumsi nusantara. Dia menyebut, di Indonesia, pola konsumsi masyarakat cenderung sangat rendah. Maksudnya, hanya ada beberapa bahan pangan saja yang biasa dikonsumsi masyarakat. Padahal Indonesia kaya akan bahan pangan, baik yang mengandung karbohidrat, protein, dan lainya yang bisa menggantikan Nasi.

"Jadi kalau makan itu tirulah orang Jepang. Orang Jepang itu kalau makan sedikit-sedikit tapi banyak. Perhari bisa 50 jenis bahan pangan yang dikonsumsi. 

Kalau di kita, saya pernah melakukan studi kecil, ternyata satu Minggu tidak lebih dari 20 jenis bahan pangan. Isinya nasi semua. Variasinya kecil," ujar Prof Ali.

Dan gerakan yang terkahir yakni penguatan pola kelembagaan dan jaringan pangan. Sehingga dalam hal ini, peran berbagai unsur yang ada di masyarakat semuanya dibutuhkan.

"Termasuk perguruan tinggi, peran LSM, birokrasi, mahasiswa dan sebagainya, bagaimana ini dilakukan penguatan, saling komunikasi. Pertemuan kali ini saya rasa juga dalam rangka untuk itu," kata dia.

Pihaknya menyebut, proyeksi untuk menjadikan kedaulatan pangan untuk menyongsong Indonesia emas 2045 memang harus terus digelorakan. 

"10 tahun yang lalu, diprediksikan tahun 2025 akan rawan pangan. Sekarang 2023, sudah terasa, sehingga proyeksi 10 tahun yang lalu itu tidak terlalu jauh meleset. Sekarang kita memproyeksikan 2045, artinya apa yang kita kerjakan saat ini hasilnya itu baru sekian tahun yang akan datang. Jangan pernah berfikir hasil itu instan," tutur Prof Ali.

Selain itu, pihaknya menyebut, bahwa untuk menjaga ketahanan pangan nasional, hal ini harus diimplementasikan mulai dari tingkat desa. 

"Menjaga ketahanan nasional basisnya ada di Desa. Desa adalah benteng kedaulatan bangsa. Desa ini, kalau sejahtera, desa maju pesat, Indonesia akan bisa berdaulat. 60 persen porsi kita ada di Desa," pungkas Prof Ali. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow