Saifudin Zuhri: Politik adalah Jalan Pengabdian
Begitu yang dirasakan oleh Saifudin Zuhri, mantan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batu, yang kini mencalonkan diri sebagai calon legislatif (Caleg) DPRD Jatim pada ...
TIMESINDONESIA, BATU – Setiap orang mempunyai pandangan tersendiri tentang arti sebuah politik. Begitu yang dirasakan oleh Saifudin Zuhri, mantan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batu, yang kini mencalonkan diri sebagai calon legislatif (Caleg) DPRD Jatim pada Pemilu 2024 nanti.
Baginya, politik adalah sebuah jalan pengabdian yang bisa dia lakukan. "Politik adalah jalan pengabdian. Berjuang dengan Keyakinan, mengabdi dengan Hati. Jadi di posisi apapun politisi itu adalah ruang pengabdian. Yang jadi dewan berarti menyambungkan aspirasi rakyat agar bisa memperjuangkan kehendak rakyat, yang tidak jadi dewan bisa menjadi penyambung masyarakat ke temen-temen dewan atau ekskutif," ucapnya kepada Times Indonesia.
Kader PDI Perjuangan ini mengatakan, tahun 2024 nanti, dia berencana untuk bisa menjadi salah satu Caleg di tingkat provinsi. Pihaknya tak menampik jika nanti akan ada pandangan negatif dari kontestan lain tentang dirinya. Baik dari sesama partai atau di luar partai PDI Perjuangan. Namun hal itu bukan sesuatu yang akan menghalangi jalannya.
"Setelah saya turun ke beberapa titik di Malang Raya, saya merasa bahwa politik dalam pencalegan ini sebenarnya silaturahmi dan membangun kasih sayang. Perjuangan pencaleg an ini yg penting ikhtiar, berusaha semaksimal mungkin, kemudian tawakal," kata dia.
Slogan Nabung Beras Saifudin Zuhri
Pria yang memiliki slogan "Nabung Beras", atau menanam kebaikan tanpa berfikir hasil itu mengungkapkan, sebelum jadi ketua KPU, dirinya sempat menjadi anggota divisi partasipasi masyarakat (Parmas). Yang urusanya terkait sosialisasi supaya partisipasi masyarakat terhadap Pemilu bisa tinggi.
"Setelah jadi ketua KPU, saat itu pemilu 2019, saya punya harapan bagaimana pemilu di kota batu lancar bagamana partisipasi masyarakat tinggi. Alhamdulilah semua sesuai. Pemilu aman lancar partisipasi masyarakat tertinggi selama ada pemilu di kota batu," akunya.
Saifudin menceritakan, waktu kecil, sebenarnya dia bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Akan tetapi, keinginanya berubah semasa dia kuliah, ketika mengikuti organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Menurutnya, GMNI punya paham marhaenisme, atau sebuah ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Dari situ akhirnya dia akhirnya merubah cita-citanya. "Yang penting menjadi org bermanfaat. Entah itu dijalur apapun," tegasnya.
Ada tokoh yang menjadi inspiratornya dalam berpolitik. Yakni Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno. Menurutnya, Bung Karno berperan besar dalam konsepsi pancasila, yang dapat menjadi pemersatu keragaman indonesia baik agama, suku, bahasa dan lainya.
Selain itu, dia mengaku juga punya guru politik. Yang selalu mendidiknya bagaimana berpolitik yang benar, dan membuat dia semakin mantap untuk berjuang di jalan politik yakni Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah.
"Beliau yang selalu mengajari agar tidak usah berkonflik, jaga persatuan. Bung Ahmad Basarah juga yang selalu berpesan, jadilah politikus yg negarawan. Bukan politikus yang berfikirnya selalu next election, atau bagaimana pemilu kedepan bisa menang. Tapi politikus yg negarawan berfikirnya selalu next geration, bagaimana menyiapkan generasi berikutnya," kata dia.
Pertahankan Ideologi Pancasila
Saifudin mengutarakan terkait pandanganya dalam nasionalisme kebangsaan di situasi saat ini. Menurutnya, sebagaimana hukum perubahan, setiap jaman senantiasa berubah. Termasuk di dalamnya Nasionalisme Kebangsaan. "Sejak dirumuskan oleh para pendiri bangsa, nasionalisme kebangsaan Indonesia mengalami naik turun pada satu waktu," ujarnya.
Dia berpendapat, dalam konteks kekinian, nasionalisme kebangsaan Indonesia pada konteks filosofis sedang mengalami sebuah ujian maha berat. Karena semakin masifnya ideologi transnasional yang berupaya menggerus dasar dari nasionalisme kebangsaan Indonesia.
"Tentu mudah mencari fakta tentang betapa Pancasila sang idiologi dan dasar negara ini terus ada yang menggoyang. Dalam ranah taktis politis, isu agama, atau bahasa kerenya politik identitas, begitu menguat. Meski diksi politik identitas sebenarnya kurang pas. Karena dalam perjuangan politik, identitas itu menjadi penting," ucapnya.
Disini lain, lanjut Saifudin, ketika melihat situasi politik global dan arah kebijakan negara hari ini, tentu kebanyakan orang sepakat bahwa Nasionalisme kebangsaan Indonesia mulai menguat. Kepercayaan diri pemerintah Indonesia dalam forum-forum internasional sudah banyak terlihat.
"Sehingga sudah barang tentu sebagai bagian dari anak bangsa, diruang pengabdian apapun mesti menjadikan nasionalisme itu sebagai pegangan bersama agar cita-cita didirikanya negara bangsa Indonesia ini bisa segera terewujud," tuturnya.
Namun, sebagai sebuah ide yang harus senantiasa mengikuti arah pergerakan zaman, nasionalisme kebangsaan Indonesia bukan hanya dalam konteks besar yang harus diwujudkan. Semua diawali dari setiap individu dan anak bangsa ini. "memulai dari diri sendiri untuk Indonesia adalah jargon yg tepat untuk hari ini," lanjut Saifudin.
"Dunia boleh tanpa batas karena rezim telekomunikasi sudah menguasai, namun nasionalisme kebangsaan Indonesia harus tetap hidup dan menghidupi negara dan bangsa ini. Dan itu bisa terjadi jika
Pancasila selalu di tajamkan, resapi, amalkan dan amankan," pungkasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?