Pakar HTN UB; Pengujian Formal di Indonesia Perlu Diperbarui
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Brawijaya, Prof.Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, SH.,MHum menyoroti tentang pengujian formal yang ada di Mahkamah Konstitu ...
TIMESINDONESIA, MALANG – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Brawijaya, Prof.Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, SH.,MHum menyoroti tentang pengujian formal yang ada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menilai, selama ini pembentukan Undang-Undang (UU) tidak jarang diselimuti kehendak politik yang bersifat subjektif dari para pembentuknya sehingga prosedurnya kadangkala tidak sesuai dengan pedoman dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Realitas tersebut tidak diimbangi dengan perhatian terhadap pelaksanaan pengujian UU dari dimensi formal. Terlihat dari daya permohonan yang dari tahu 2003 sampai 2023 hanya berjumlah sekitar 70 permohonan saja," ucapnya.
Dia melanjutkan, pada saat yang sama, muncul kebutuhan logis untuk menyaring pembentukan UU melalui instrumen pengujian formal. Dengan demikian, proses proses pengujian formal UU perlu dikembangkan ke arah yang tidak hanya memandang buta sebagai pengujian yang 'formal prosedural', tetapi harus lebih menyentuh dimensi yang demokratis.
Untuk hal itu, Prof Tunggul mempunyai konsep model prosedural yang demokratis sebagai alat ukur pada pengujian formal di Mahkamah Konstitusi.
"Pengujian formal di Indonesia perlu diperbarui melalui suatu model yang lebih berfokus pada pengujian yang menelaah prosedur yang demokrasi (democratic-dimension), meliputi partisipasi, representasi dan responsivitas serta penggunaan metode Regulatory Impact Assessment (RIA) dalam setiap tahapan," jelasnya.
Pengujian formal lebih ditekankan pada pengujian terhadap proses pembentukan suatu Undang-Undang, apakah sudah sesuai dengan prosedur pembentukan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, konstruksi prosedural tersebut, perlu adanya pengembangan, terkhusus, bahwa dalam melaksanakan juducial review, perlu ada perluasan pertimbangan dan parameter dalam pengujian formal Mahkamah Konstitusi untuk menekankan terhadap analisis dampak undang-undang sebagai bentuk tinjauan kelayakan dan memperhatikan prinsip manfaat dan maslahat.
"Dengan pandangan ini, Judicial Review akan memberikan dan mempromosikan nilai-nilai baru yang menjadi instrumen kelayakan muatan materi undang-undang yang dihasilkan oleh keputusan-keputusan dari diskusi akademis yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan," imbuhnya.
Untuk mengembangkan gagasan tentang model prosedural-demokratis, perlu diteliti tentang dimensi-dimensi dari model prosedural-demokratis yang meliputi partisipasi, representasi dan repsonsivitas serta penggunaan metode Regulatory Impact Assessment (RIA) dalam setiap tahapan.
"Model ini dapat dijadikan sebagai alat ukur pada pengujian formal Mahkamah Konstitusi terhadap penyusunan Undang-Undang. Pengembangan model ini diharapkan mampu menjangkau indikator-indikator tertentu yang belum mampu ditampilkan sebelumnya," pungkasnya.
Sebagai informasi, Prof Tunggul merupakan Profesor aktif ke 10 di Fakultas Hukum (FH) UB dan Profesor aktif ke 208 di Universitas Brawijaya serta menjadi Profesor ke 369 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan oleh UB. Dia akan dikukuhkan sebagai Guru Besar FH UB pada Rabu (17/1/2024) mendatang. (*)
Apa Reaksi Anda?