Ketua Umum FABEM Sulsel, Profesor Terlibat Aktif dalam Politik Partisan
Sebuah kejadian mengejutkan terjadi ketika Civitas Academica dan Guru Besar secara bersamaan mengeluarkan kritik terhadap Presiden Jokowi,
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebuah kejadian mengejutkan terjadi ketika Civitas Academica dan Guru Besar secara bersamaan mengeluarkan kritik terhadap Presiden Jokowi, meskipun popularitasnya saat ini mencapai 80,5%. Peristiwa ini terjadi pada Senin (5/1/2024).
Ketua Umum FABEM Sulsel, Muh. Ahlus, memberikan tanggapan terhadap pernyataan dari para Civitas Academica. Dalam konteks demokrasi, Ahlus menegaskan pentingnya menjalani Pemilu yang sehat dan demokratis. Namun, beliau juga mengajukan pertanyaan tentang keberadaan Civitas Academica, Profesor, dan Guru Besar sebagai intelektual selama ini. Mengapa mereka terdiam begitu lama dan baru mengkritik Pak Jokowi 12 hari sebelum tanggal pencoblosan, yaitu 14 Februari 2024? Ahlus menilai hal ini sebagai tindakan aneh dan menunjukkan politisasi kaum intelektual yang dimotivasi oleh kepentingan tertentu.
Lebih lanjut, Ahlus menyoroti klaim Ketua DPP Partai PDI-P yang menyatakan bahwa Civitas Academica mendukung Ganjar-Mahfud. Ia menilai perubahan mendadak dari profesor dan guru besar menjadi politisi jalanan partisan sebagai sesuatu yang memalukan. Publik, menurut Ahlus, menjadi sadar bahwa seorang profesor kehilangan kredibilitas sebagai pakar atau ahli ketika terlibat secara subyektif dalam ranah politik.
Ahlus menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan setiap warganegara harus tunduk pada Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, ia menilai bahwa Civitas Academica harus mematuhi keputusan hukum di Indonesia. Ahlus juga berpendapat bahwa institusi perguruan tinggi seharusnya tidak terlibat dalam manuver politik praktis.
"Keputusan hukum di Indonesia harus dihormati sebagai warga negara, terutama oleh civitas academica yang terlibat dalam pendidikan ilmiah. Tidak seharusnya menilai sesuatu dari sudut pandang politik praktis, apalagi terlibat dalam manuver politik praktis," ujar Ahlus.
Selain itu, Ahlus mengajak semua civitas academica di berbagai kampus Indonesia untuk tetap mematuhi koridor mereka dan mengawal demokrasi yang sehat dan konstitusional.
"Setiap warganegara memiliki hak politik dan kebebasan berpendapat serta memilih preferensi politiknya. Perguruan tinggi harus tetap menjadi lembaga independen yang mematuhi tri dharma perguruan tinggi, dengan saling menghargai kebebasan," tambahnya.
Ketua Forum Alumni BEM Sulsel menegaskan pentingnya menolak segala bentuk upaya provokasi yang dapat merusak persaudaraan dan merugikan proses demokrasi. Ia mengajak kaum intelektual untuk memberikan edukasi demi terciptanya pemilu yang jujur, adil, dan damai.
Apa Reaksi Anda?