Dokter Anak Kanya Ayu Paramastri Tidak Dapat dipengaruhi Terkait Bahaya Galon Isi Ulang Berbahaya
Dalam podcastnya baru-baru ini, dokter kecantikan Richard Lee gagal untuk menggiring seorang dokter anak Kanya Ayu Paramastri untuk menyatakan dukungannya guna menyatakan galon isi ulang
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dalam podcastnya baru-baru ini, dokter kecantikan Richard Lee gagal untuk menggiring seorang dokter anak Kanya Ayu Paramastri untuk menyatakan dukungannya guna menyatakan galon isi ulang itu berbahaya bagi kesehatan seperti yang dilakukan terhadap Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Junaidi Khotib dan Guru Besar jurusan Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia Muhammad Chalid. Meski diarahkan dengan gencar, dokter anak di Rumah Sakit Hermina Jatinegara ini malah mengatakan bahwa BPA itu tidak hanya ada di plastik galon guna ulang saja, tapi di beberapa kemasan lain juga ada.
Dalam podcast tersebut terlihat Richard agak hopeless karena hingga akhir acara dia tak juga bisa mempengaruhi dokter Kanya agar mau mengatakan galon guna ulang itu berbahaya karena ada BPA-nya. “Banyak (Masyarakat) yang tahu tapi nggak paham betul (soal BPA). Galonnya dikhawatirkan tapi kan kita belum melihat isinya,” ujarnya saat ditanyai Richard perihal bahaya BPA pada galon guna ulang.
Dokter Kanya melanjutkan, di luar sisi kontroversinya, kasus BPA galon guna ulang ini juga bermanfaat bagi masyarakat sebagai edukasi bahwa tubuh manusia itu setiap hari itu mengkonsumsi zat-zat kimia dan itu tidak hanya yang berasal dari galon air mineral saja tapi juga dari kemasan lainnya.
Khawatir dokter Kanya memiliki dugaan bahwa dirinya dibayar karena tendensius terhadap perusahaan AMDK tertentu, Richard langsung mengatakan, “Aku nggak tendensius sih, tapi kan ini brand-nya besar dan everybody knows, ini kan semua orang konsumsi ya, makanya itu aku kesel aku pribadi loh, dokter Kanya aja minumnya apa? Aku juga nggak punya kepentingan apapun, aku juga nggak punya pabrik minum juga, dan aku tidak mencoba untuk memperkaya pihak manapun.”
Padahal saat itu dokter Kanya tidak mempertanyakan hal itu kepada Richard. Saat itu dokter Kanya langsung menjawab pertanyaan Richard, “Boleh nggak air rebusan saja,” tukasnya.
Dokter Kanya menjelaskan bahwa ada penelitian dari FDA, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, bahwa BPA itu tidak hanya dari kemasan plastik tapi juga dari lingkungan, udara, air, dan pakaian. “Dari makanan kita juga bisa dapat yang tanpa di dalam kemasan itu ada. Jadi, dalam kadar kecil itu masih diizinkan dan tidak membahayakan,” katanya.
Lanjutnya, BPOM juga sudah menetapkan batas aman maksimal BPA itu yang diizinkan untuk beredar di dalam tubuh manusia. Ada 3 jurnal yang juga menyebutkan dalam kadar minimal, BPA itu masih diizinkan karena tidak membahayakan kesehatan.
Seakan malu terhadap dokter Kanya karena telah membahas sesuatu yang bukan bidangnya, akhirnya Richard mengakui bahwa sebenarnya dia sama sekali tidak paham mengenai BPA ini. “Kalau di bidang kecantikan mungkin aku ahlinya. Kalau yang lain kan aku nggak ahli. Apalagi kan aku tuh nggak telaten rawat anak. Kan istri yang biasa sama neneknya. Kalau gue sebetulnya nggak tau BPA itu apa,” tuturnya.
Saat itu malah dokter Kanya yang menjelaskan mengenai BPA itu apa kepada Richard. Tapi dia menjelaskan juga bahwa masih banyak produk di pasaran yang juga berbahaya bagi kesehatan.
Kanya menuturkan belum ada satu pun yang konklusif dari penelitian yang dilakukan yang menyimpulkan bahwa BPA itu telah mengganggu kesehatan ibu hamil sehingga mempengaruhi perilaku anak. “Kalau disebutkan berhubungan iya. Tapi itu baru perkiraan, dan dari semua jurnal yang saya baca menyebutkan dibutuhkan penelitian lebih lanjut,” tuturnya.
Jadi, kata Kanya, tidak bisa menyalahkan hanya salah satu produk saja sebagai penyebab terjadinya sesuatu pada anak termasuk autis. Sebab, semakin ke sini itu polusi udara juga semakin berbahaya bagi kesehatan. Kemudian makanan-makanan yang dengan bahan-bahan kimia, pengawet dan seterusnya itu juga banyak berpengaruh bagi kesehatan tubuh. “Jadi, nggak bisa cuma mengatakan satu produk saja sebagai penyebabnya,” ujarnya.
Apa Reaksi Anda?