Begini Keistimewaan BEC Banyuwangi Dibanding Event Karnaval di Nusantara
Meski sudah digelar untuk kesekian kali, Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) tetap menjadi event unggulan dalam rangkaian Banyuwangi Festival (B Fest). ... ...
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Meski sudah digelar untuk kesekian kali, Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) tetap menjadi event unggulan dalam rangkaian Banyuwangi Festival (B Fest).
Selain selalu tersaji apik, memadukan koreografi, busana kontemporer modern dan kepiawaian merias wajah. Performance para peserta juga diakui mampu mengalirkan motivasi kreatifitas kepada siapa saja yang melihat.
Pantas saja, karena BEC bukan sekedar karnaval biasa, yang hanya memberi kebebasan nalar imajinasi dalam penciptaan kostum. Perhelatan akbar yang kali pertama digeber pada tahun 2011 ini, tidak hanya bicara pelestarian seni dan budaya lokal Bumi Blambangan. Namun juga mengusung semangat mempertahankan originalitas kearifan lokal warisan leluhur.
Sebut saja, pertama kali BEC digelar mengusung tema Gandrung, Damarwulan dan Kundaran. Kemudian di tahun 2012 bertema re-Barong Using, sedangkan pada tahun 2013 menyongsong tema The Legend of Kebo-keboan Blambangan.
Hingga BEC yang digeber ke 11 kalinya pada tanggal 8 Juli 2023 lalu, mengangkat tema The Magical of Ijen Geopark. Artinya, parade busana ini masih memegang teguh dengan mengusung tema lokal. Dengan kata lain, ketika karnaval lain sibuk menarik tema dari luar ke dalam, tetapi Banyuwangi malah sebaliknya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkab Banyuwangi, M Yanuar Bramuda mengatakan, BEC selalu mengoptimalkan dengan mengangkat potensi lokal yang ada di Bumi Blambangan, mulai dari budaya, tradisi, etnis, pariwisata hingga kuliner yang ada di Banyuwangi. Karena itu, corak dari busananya juga disesuaikan dengan tema yang diusung dengan melambangakan defile masing-masing.
“Berbeda dari carnaval lainnya, BEC selalu mengangkat keberagaman yang ada di Banyuwangi,” katanya, Senin, (7/8/2023).
BEC terus menggali potensi yang dimiliki, sebagai upaya untuk mengangkat potensi lokal yang menjadikan investasi kebudayaan kepada generasi muda. Agar mereka bisa menyerap dan memahami makna filosofi di kabupaten yang terletak paling ujung timur Pulau Jawa.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, selaku penyelenggara, hingga para peserta BEC menyandang tanggung jawab besar untuk memberi sajian istimewa demi kemajuan sektor pariwisata. Disisi lain, mereka wajib memeras otak untuk tampil dengan busana, tari dan make up yang tidak meninggalkan karakter serta ruh seni budaya Banyuwangi.
Bramuda menceritakan, BEC tercipta sejak kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas. Ide serta gagasan tersebut cukup menarik dengan event JFC yang telah menggaung secara internasional serta dianggap bisa menjadi jembatan bagi Banyuwangi dengan mengoptimalkan potensi budaya lokal.
Kala itu event yang melibatkan berbagai budayawan di Banyuwangi, memang sempat mengalami penolakan. Hal itu terjadi karena konsep yang dimiliki masih belum dimengerti.
”Ini kita kembali berbicara sejarah beberapa tahun lalu. Saat itu kami meminta secara resmi Presiden JFC yakni Dynand Fariz untuk langsung datang ke Banyuwangi dan membuat konsep BEC,” jelasnya.
Pria yang akrab disapa Bram menyampaikan, bahwa BEC telah dimentori langsung Presiden Jember Fashion Carnaval (JFC). Dan Banyuwangi sudah ada MoU dengan Dynand Fariz.
“Kalau dibilang jiplak tidak. Karena antara BEC dengan JFC ada kiblat dan fokusnya masing-masing,” cetusnya.
Bram menambahkan, JFC memang menjadi inspirator. Akan tetapi, bukan mengarah ke penjiplakan. Pasalnya, ada ciri khas dari masing-masing yang ditonjolkan melalui fashion busana tersebut.
“Berkat keberhasilan BEC dan kesuksesan JFC, saat ini sudah banyak daerah yang membuat event karnaval dengan kreasi dan inovasi di sejumlah daerahnya. Yang bertujuan untuk memperkenalkan daerah kepada skup yang lebih luas lagi,” imbuhnya.(d)
Apa Reaksi Anda?