Apresiasi Dirjen Kebudayaan RI Pada Gerakan Laskar Hijau Berbasis Keraifan Lokal
Direktur Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia (RI), Hilmar Farid, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Gerakan Laskar Hijau yang didasarkan pada kearifan lokal. Pada hari Selasa (4/7/2023), ia…
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktur Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia (RI), Hilmar Farid, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Gerakan Laskar Hijau yang didasarkan pada kearifan lokal. Pada hari Selasa (4/7/2023), ia mengunjungi Rest Area Gunung Lemongan di desa Papringan, Klakah, Lumajang.
Kunjungan ini tidak hanya untuk menjalin silaturahmi dengan teman lamanya, A'ak Abdullah Al-Kudus, tetapi juga untuk melihat langsung aktivitas Laskar Hijau dalam melakukan gerakan konservasi lingkungan di Gunung Lemongan.
"Saya sudah lama ingin berkunjung kesini, tapi baru kesampaian sekarang," ujar Fay, panggilan akrab Hilmar Farid. Menurut Dirjen yang gemar jogging ini, gerakan konservasi lingkungan yang dilakukan oleh Laskar Hijau sejak tahun 2008 patut dijadikan contoh dan diapresiasi. Hal ini dikarenakan gerakan mereka didasarkan pada kearifan lokal. Bahkan para relawan mereka berasal dari anak-anak muda di desa-desa sekitar Gunung Lemongan.
Laskar Hijau selama ini sering menggunakan ruang seni budaya untuk mengajak masyarakat menjadi peduli terhadap lingkungan, seperti melalui acara Event Maulid Hijau, Kenduri Pohon, dan Kemah Keadilan Iklim. Bahkan, grup musik Slank pernah secara khusus datang ke Gunung Lemongan untuk menanam pohon bersama Laskar Hijau. "Laskar Hijau sangat konsisten dan berakar kuat pada tradisi lokal dalam melaksanakan gerakannya," kata Hilmar Farid.
Sementara itu, A'ak Abdullah Al-Kudus menyambut kunjungan ini dengan senang hati. Ia melihat adanya ruang pertemuan yang semakin luas antara pelestarian lingkungan dengan kebudayaan. Bagi Gus A'ak dan Laskar Hijau, pelestarian lingkungan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan dan agama, karena keduanya memberikan ajaran yang sama. Tradisi nusantara sangat mengutamakan pelestarian lingkungan, begitu pula dengan agama-agama yang dianut oleh masyarakat di Indonesia. "Melestarikan lingkungan juga berarti melestarikan budaya dan menjalankan ajaran agama," tegas Gus A'ak.
Kunjungan yang berlangsung dengan santai dan penuh keakraban ini diakhiri dengan makan siang di Rest Area Gunung Lemongan. Mereka menikmati hidangan lokal seperti nasi jagung, sayur pakis, jonggolan dan kelor, serta ikan nila dari Ranu Klakah. (*)
Apa Reaksi Anda?