Skema Atasi Kemacetan Kawasan Buk Gluduk Kota Malang Mulai Digodok
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang beserta seluruh anggota Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mulai menggodok skema penuntasan kemacetan di kawasan Jalan Gat ...
TIMESINDONESIA, MALANG – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang beserta seluruh anggota Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mulai menggodok skema penuntasan kemacetan di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jalan Panglima Sudirman hingga Rampal atau biasa dikenal dengan Buk Gluduk di jembatan Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ).
Sebab, selama ini kawasan yang kerap dilalui kendaraan bermuatan besar tersebut menjadi titik kemacetan utama hingga mengular sampai kawasan Gadang, Kota Malang.
Kepala Dishub Kota Malang, Widjaja Saleh Putra mengatakan, meski kawasan tersebut berstatus jalan milik Pemerintah Pusat, pihaknya tetap akan melakukan skema penuntasan kemacetan yang terus terjadi dan berlarut-larut.
"Kami perlu koordinasi dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tujuannya dalam rangka agar masyarakat ini aman, nyaman dan berkeselamatan," ujar pria yang akrab disapa Jaya, Jumat (11/8/2023).
Untuk skemanya sendiri, sampai saat ini masih terus digodok. Jaya mencontohnya, kemungkinan bisa dilakukan skema seperti larangan belok kanan dari arah Jalan Untung Suropati sisi Utara menuju arah Rampal.
"Begitu pula yang dari arah Gatot Subroto mau belok ke arah timur Sawojajar, biasanya kan mereka lewat Jalan Ksatrian, itu tidak diperbolehkan untuk belok kanan dari arah Gatot Subroto. Jadi nanti diteruskan ke Rampal ke traffic light belok kanan. Selama ini kan traffic light belok kanan tidak boleh ya," jelasnya.
Jika skema-skema ini nantinya disepakati, Dishub Kota Malang juga akan berdiskusi dengan lintas wilayah agar nantinya penetapan skema arus lalu lintas bisa berjalan dan kemacetan bisa berkurang.
Dari perhitungan yang dilakukan, tingkat kemacetan di Kota Malang ini sudah mendekati titik jenuh. Volume kepadatan lalu-lintas di Kota Malang dari hasil catatan, yakni 0,88. Angka ini hampir mendekati nilai maksimal titik jenuh, yaitu 1.
"Sudah dihitung oleh ahli transportasi. Kalau kemacetan selama ini titik jenuhnya 0,88. Itu kondisi setiap hari saat ini," katanya.
Kondisi ini, lanjut Jaya, menyebabkan kerugian bagi pengguna kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan karena ketika kendaraan berada di titik macet, bahan bakar terbuat di tempat.
"Kalau kemacetan selama ini per kilometernya untuk satu kendaraan itu rugi Rp2 ribu per kilometernya," imbuhnya.
Ia juga melakukan komunikasi dengan Provinsi Jawa Timur untuk pelaksanaan skema lalu lintas ini. Nantinya, dalam waktu dekat eksekusi pun segera dilaksanakan.
"Jadi akan dilaksanakan lagi diskusi kecil untuk membahas eksekusinya bagaimana. Ada dua skema, tapi yang satu tidak dimungkinkan. Kita cari alternatifnya," tandasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?