Agung Widyantoro: Jangan Obok-obok Proses Demokrasi
Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro memberikan komentar terkait kontroversi putusan penundaan pemilu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pasalnya, putusan tersebu ...
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro memberikan komentar terkait kontroversi putusan penundaan pemilu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pasalnya, putusan tersebut berpotensi menghentikan rangkaian pemilu yang tahapannya telah dimulai sejak 14 Juni 2022 lalu.
Kata dia, Pemilu 2024 telah disepakati untuk dilaksanakan sesuai jadwal dan pembangunan demokrasi, maka harus dijauhkan dari ketukan palu hakim. KPU bersama pemerintah dan DPR ditekankan dia telah menyepakati bahwa pelaksanaan Pemilu serentak on the track, on time di tahun 2024.
"Berkali-kali, saya bilang dalam setiap Rapat Dengar Pendapat, Komisi II mengimbau seluruh pemangku kebijakan, hindari kalau perlu sudah keputusan-keputusan terkait dengan pembangunan demokrasi baik itu pemilihan presiden, pemilihan bupati, gubernur, walikota maupun anggota legislatif, jauhkan dari anasir palu hakim," tegasnya.
Putusan PN Jakpus Nomor 757/Pdt.G/2022 diketahui mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang dilayangkan kepada KPU. Partai Prima merasa dirugikan karena dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024.
Agung menyampaikan, penanganan sengketa pemilu, memiliki regulasi tersendiri yang kewenangannya berada di Bawaslu maupun PTUN. Artinya, ketika ada partai tertentu yang merasa dirugikan dalam rangkaian proses dan tahapan penentuan sebagai peserta pemilu di situ ada mekanisme regulasinya
"Terkait dengan keputusan pejabat tata usaha negara jika merugikan partai politik peserta pemilu ada di Peradilan Tata Usaha Negara," jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Agung memahami bahwa berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, maka hakim atau pengadilan tidak bisa menolak apapun permohonan atau kepentingan hukum dari para pencari keadilan. Namun, bukan berarti tidak mengindahkan peraturan yang ada terkait dengan sengketa tersebut.
"Kalau peraturan undang-undangnya sudah disebut mestinya bisa membaca dong. Ini sengketa apa? Sengketa proses terkait dengan dirugikan tidak bisa jadi peserta (pemilu). Masa tidak bisa baca aturan kalau itu kewenangan Bawaslu? Masa tidak pernah baca media bahwa peradilan Tata Usaha Negara sudah pernah memutuskan hari itu," ucap dia.
Legislator Dapil Jawa Tengah IX ini menyayangkan sikap majelis hakim dalam penanganan gugatan tersebut. Menurutnya keputusan yang diambil telah masuk pada ranah politis, terlebih apabila lembaga yang berwenang menangani sengketa pemilu telah mengeluarkan keputusan.
"Jangan kemudian mengobok-obok, mengaduk-aduk proses berjalannya demokrasi yang sudah berjalan on the track. Saya sangat menyayangkan sikap dari majelis hakim yang bersangkutan. Keliru menggunakan keputusan hukumnya memainkan ketukan palu nya bukan di arena penegakan hukum tetapi di arena demokrasi, di arena politis,” ujarnya.
Anggota Badan Anggaran DPR RI itu berharap Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial bisa memeriksa hakim yang menghasilkan keputusan problematik itu. Menurutnya, Mahkamah Agung harus ikut menjaga stabilitas politik dan menjadi benteng terakhir persoalan hukum alih-alih terjerumus pada panggung politik.
Terakhir, Agung meminta MA dan KY untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut. Menurutnya, imbas dari polemik ini tidak hanya pada partai-partai politik saja namun seluruh rakyat Indonesia yang sudah terdata sebagai calon pemilih. (*)
Apa Reaksi Anda?