Kurikulum Berbasis Cinta Kemenag Disorot Para Pakar: Pendidikan Harus Menyentuh Akal dan Hati

Kurikulum Berbasis Cinta Kemenag tidak mengganti kurikulum, melainkan menyuntikkan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam pembelajaran. Pakar sebut pendidikan harus menyentuh karakter, teknologi, dan masa…

April 16, 2025 - 22:30
Kurikulum Berbasis Cinta Kemenag Disorot Para Pakar: Pendidikan Harus Menyentuh Akal dan Hati

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag RI) memperkenalkan pendekatan baru dalam dunia pendidikan dengan nama Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Pendekatan ini resmi menjalani uji publik pada Selasa (15/4/2025) lalu di Jakarta, melibatkan para ahli dan praktisi pendidikan dari berbagai latar belakang.

Kurikulum ini bukan dimaksudkan untuk mengganti kurikulum yang telah ada, melainkan memperkaya proses pembelajaran dengan nilai-nilai cinta, kemanusiaan, dan karakter. Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Rudi Susilana, yang turut hadir dalam uji publik.

“KBC itu seperti infused water. Air putih tetap air putih, tapi diberi irisan lemon atau timun agar lebih menyegarkan,” ungkap Rudi. “Kurikulum tetap, tapi diberi nilai-nilai kemanusiaan.”

Rudi juga menjelaskan, Kurikulum Berbasis Cinta tidak menambah beban guru maupun siswa. Tidak ada penambahan mata pelajaran, melainkan penguatan aspek refleksi, kolaborasi, dan pengalaman belajar.

“Misalnya, dalam tugas menyanyi, siswa diarahkan untuk bekerja dalam kelompok, bukan tampil individu. Di situ nilai musyawarah dan kolaborasi bisa ditanamkan,” katanya.

Perlu Inovasi dan Pendampingan Guru

Pandangan kritis datang dari Alissa Qotrunnada Wahid, yang menyoroti pentingnya peran guru dalam menjalankan pendekatan ini secara konsisten.

“Kebijakan ini penting, tapi tidak cukup jika hanya berhenti di dokumen. Guru sebagai pelaksana utama harus didampingi dan diberi ruang untuk berinovasi,” ujarnya.

Alissa menambahkan bahwa penerapan nilai cinta juga harus menyentuh dunia digital.

“Jangan sampai anak-anak kita cerdas teknologi tapi kering secara emosional. Kita butuh panduan sikap digital yang penuh kasih sayang,” imbuhnya.

Menurutnya, nilai-nilai toleransi, kesetaraan, dan inklusivitas harus menjadi napas pendidikan, bukan sekadar pelajaran tambahan.

Cinta dalam Pendidikan: Bukan Produk Instan

Rusman, pakar kurikulum dari BSKAP Kemendikbudristek, menegaskan bahwa cinta dalam pendidikan memiliki indikator yang jelas.

“Penerimaan, komitmen, rasa aman, dukungan emosional — itulah indikator cinta dalam pendidikan. KBC bukan produk instan,” jelas Rusman.

Ia menyebut bahwa KBC dibangun atas tiga fondasi utama: filsafat Pancasila, realitas keragaman Indonesia secara sosiologis, dan pendekatan psikologis sesuai perkembangan peserta didik.

Hadirkan Masa Depan dalam Kurikulum

Muhammad Nuh, mantan Menteri Pendidikan Nasional, turut memberikan pandangan strategis tentang pentingnya pendidikan yang relevan dengan masa depan.

“Kurikulum yang baik tidak hanya bicara masa lalu dan masa kini, tapi juga memasukkan unsur masa depan,” tegasnya.

Ia mencontohkan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir sebagai inspirasi pendidikan yang penuh etika dan makna.

“Kita butuh pendidikan digital yang utuh — menggabungkan Digital Quotient, Personality Quotient, Indonesia Quotient, dan Islamic Quotient. Itulah fondasi peradaban kita.”

Kehadiran Kurikulum Berbasis Cinta dinilai sebagai langkah segar dari Kemenag untuk menjawab tantangan era digital dengan pendekatan humanis, inklusif, dan berorientasi masa depan.(*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow