Cara SMPN 1 Arjosari Pacitan Bertransformasi Menuju Sekolah Penggerak
SMPN 1 Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur punya cara tersendiri bertransformasi menuju sekolah penggerak. ... ...
TIMESINDONESIA – SMPN 1 Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur punya cara tersendiri bertransformasi menuju sekolah penggerak.
Salah satu upaya yang dilakukan SMPN 1 Arjosari Pacitan yakni fokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang mencakup kompetensi dan karakter yang diawali dengan SDM yang unggul, mulai kepala sekolah dan para pendidik.
"Saat ini belum. Kami sudah mengajukan ke Kemendikbud Ristek namun masih terkendala regulasi masa jabatan. Kebetulan per 1 Agustus 2023 mendatang saya purna tugas," kata Kepala SMPN 1 Arjosari, Edi Winarno, Kamis (9/3/2023).
Siswa kelas 9 diajarkan bagaimana mengolah sumber daya alam sekitar dan disajikan menjadi makanan yang bergizi untuk mengurangi makanan cepat saji. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Namun demikian, sambil menyiapkan segala persyaratan pihaknya terus mendorong seluruh guru selama proses transformasi tersebut membiasakan kurikulum merdeka belajar. Sedangkan secara formal sekolah yang dulunya termasuk standar nasional ini masih memakai kurikulum 2013 (K-13).
"Kami tetap mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar, walaupun secara mandiri," tambah Edi.
Dirinya mengungkapkan, ancaman yang harus dihadapi untuk mewujudkan sekolah penggerak cukup berat, sehingga butuh kerja keras untuk tetap menjadi dambaan masyarakat menyekolahkan anaknya di sini.
Pun sekolah yang terletak di Jl. Nawangan No. 03 Arjosari ini nyatanya masih terus eksis mencetak alumni yang sukses di berbagai bidang dan jenjang karir dunia pendidikan.
"Ini tak bisa lepas dari para pendahulu dan senior. Alhamdulillah potensi di SMPN 1 Arjosari ini luar biasa. Strategi yang kami gunakan yakni memanfaatkan teknologi ditunjang pendidik yang relatif muda namun berkompeten di bidangnya," terang Edi.
Salah satu bukti bahwa SMPN 1 Arjosari masih menjadi favorit masyarakat untuk menyekolahkan anaknya yakni jumlah pendaftar setiap tahun tidak pernah kurang dari pagu yang telah ditetapkan dari pemerintah.
Saat ini jumlah keseluruhan siswa mencapai 726 anak dengan rincian, 254 untuk tingkat 7, 226 tingkat 8 dan 246 tingkat 9. Masing-masing tingkat terbagi menjadi 8 rombongan belajar.
"Faktanya, setiap PPDB per tahun jumlah pagu selalu tercukupi. Sebanyak 250 lebih siswa baru kami terima. Sisanya biar punya kesempatan sekolah di tempat lain yang layak," paparnya.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Dengan program merdeka belajar, sistem pembelajaran tidak lagi hanya dengan mendengarkan penjelasan dari guru, tetapi lebih berani berargumentasi, mandiri, beradab, berkompetensi, sopan dan cerdik dalam bergaul.
Kemudian dalam pembelajaran bagaimana kurikulum yang ada bisa berkembang seoptimal mungkin, meliputi sikap, skill dan kognitifnya.
"Hal ini tidak mungkin kami kerjakan sendiri, komponen lainnya juga turut andil. Seperti peran orang tua melalui komite agar semua program lebih maksimal," ucapnya.
Selain itu, masih menurut Edi, dengan kurikulum merdeka, pembelajaran tidak lagi menuntut peringkat kelas, karena dapat meresahkan anak maupun orang tua. Hal ini mengingat kecerdasan setiap anak berbeda sesuai bidangnya masing-masing.
Kepala SMPN 1 Arjosari Edi Winarno (kanan) bersama siswa dan guru saat di dalam kelas prakarya. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
"Tanggung jawab kami yakni mampu membentuk pelajar yang siap kerja dan berkompeten serta memiliki budi pekerti yang baik. Oleh sebab itu, pelayanan prima tetap paling utama," ucap Edi Winarno.
Inovasi Sekolah
Sebagai informasi, SMPN 1 Arjosari pada tahun 2012 sukses merintis inovasi berupa sebuah asrama sekolah yang kemudian berkembang menjadi inovasi Sepatu Kita, yakni Sekolah Dapat Upah, Keterampilan Tambah pada tahun 2016 silam.
"Inovasi ini efektif mengatasi masalah siswa sering terlambat, siswa membolos, siswa putus sekolah, dan siswa mengalami kecelakaan lalu lintas. Disamping itu siswa juga mendapat tambahan ilmu agama, keterampilan, dan upah," kata Kepala SMPN 1 Arjosari Edi Winarno.
Tak hanya itu, para siswa diajari pengolahan sumber daya alam yang ada melalui kegiatan menyajikan hasil peternakan dan pertanian menjadi sebuah masakan tradisional dan dikonsumsi di sekolah.
Kegiatan tersebut diklaim mampu mengurangi konsumsi makanan cepat saji bagi siswa yang secara kesehatan tidak dianjurkan dan belum tentu baik bagi tubuh.
"Siswa kami ajarkan mengenal sumber daya alam sekitar mulai jenis ikan, sayuran dan buah lalu diolah dari rumah. Sehingga menunjang masa pertumbuhan mereka dengan makanan yang bernutrisi," jelas Guru Prakarya SMPN 1 Arjosari, Kabupaten Pacitan, Eni Widyowati. (*)
Apa Reaksi Anda?