Bertahan dengan 1 Dokar, Puter Kayun 2025 Boyolangu Banyuwangi Tetap Lestari di Era Modern
Meski hanya diiringi satu dokar, tradisi tahunan Puter Kayun di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, tetap digelar dengan khidmat pada 10 Syawal 1446 Hijriyah (9/4/2025). Ritual yang menjadi…

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Meski hanya diiringi satu dokar, tradisi tahunan Puter Kayun di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, tetap digelar dengan khidmat pada 10 Syawal 1446 Hijriyah (9/4/2025). Ritual yang menjadi napak tilas perjuangan leluhur ini membuktikan bahwa nilai budaya tak lekang oleh zaman, meski tantangan modernisasi semakin nyata.
Tradisi Puter Kayun merupakan napak tilas yang dilakukan masyarakat Boyolangu dengan cara naik dokar dari Kelurahan Boyolangu hingga kawasan wisata Watu Dodol.
Tradisi ini dilakukan untuk menepati janji dan menghormati jasa leluhur Ki Martojoyo atau Buyut Jakso, yang telah berjasa membuka akses di Kawasan Banyuwangi utara.
Ketua panita Puter Kayun 2025, Risyal Alfani, mengatakan bahwa saat ini jumlah kuda ataupun dokar di Kelurahan Boyolangu, terus mengalami penurunan. Dia menyebut, dari yang sebelumnya ada sebanyak belasan unit dokar, kini hanya tersisa 2 unit dokar saja.
Pada prosesi ritual adat Puter Kayun di tahun 2025 ini, hanya ada 1 dokar yang mengiringi perjalanan masyarakat Boyolangu menuju ke kawasan wisata Watu Dodol.
“Dulu ada lebih dari 12 dokar yang aktif mengikuti ritual ini. Tahun lalu tinggal dua, sekarang hanya satu yang mengiringi tradisi Puter Kayun,” kata Fani sapaan akrab Risyal Alfani, Rabu (9/4/2025).
Menurut Fani, penurunan jumlah dokar ini disebabkan oleh berkurangnya generasi kusir dan beralihnya masyarakat ke transportasi modern. Meski hanya diiringi dengan 1 dokar, Fani menegaskan bahwa esensi tradisi Puter Kayun tetap terjaga.
“Yang penting, napak tilas perjuangan leluhur tetap dilakukan, meski alat transportasinya mulai bergeser,” ujarnya.
Sementara itu, satu-satunya kusir dokar ritual tradisi Puter Kayun, Ainul Yakin, mengatakan bahwa dia merasa bangga dapat tetap menjadi bagian dari tradisi yang memiliki nilai sejarah dan spiritual mendalam bagi masyarakat Boyolangu.
“Walaupun hanya satu dokar yang tersisa, saya merasa terhormat bisa terus melestarikan tradisi ini. Dokar bukan hanya alat transportasi, tapi juga simbol perjuangan dan rasa syukur masyarakat kepada para leluhur,” ujar Yakin sapaan akrabnya dengan penuh semangat.
Yakin juga berharap generasi muda Boyolangu dapat memahami pentingnya melestarikan tradisi ini dan mungkin di masa depan, akan ada usaha untuk menghidupkan kembali keberadaan dokar sebagai bagian dari warisan budaya lokal.
“Tradisi ini adalah warisan kita, sudah sepatutnya kita jaga bersama,” tuturnya.
Meskipun jumlah dokar terus berkurang, semangat masyarakat untuk melestarikan tradisi ini tidak pernah pudar. Mereka berharap Puter Kayun akan tetap menjadi warisan budaya yang hidup dan menarik perhatian generasi muda maupun wisatawan dari berbagai daerah.(*)
PEWARTA: MUHAMAD IKROMIL AUFA
EDITOR:
Apa Reaksi Anda?






